KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan tarif royalti progresif untuk komoditas emas, tembaga, dan perak dalam revisi PP No. 9/2012 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Bambang Susigit mengatakan, tarif royalti progresif dapat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) secara agregat. Namun, jika diterapkan saat ini, ketiga komoditas tersebut belum akan terkena royalti progresif.
"Rencananya royalti akan progresif. Setiap kenaikan sekian, royaltinya naik 0,25%," ujarnya di Gedung DPR RI, Senin (27/11).
Sebagai contoh, kata Bambang, untuk komoditas emas. Tarif progresif akan dikenakan oleh komoditas emas apabila harganya mencapai US$ 1.300 per ons troi. Sebelumnya tarif royalti tetap dalam PP 9/2012 adalah 3,75%. Sehingga dengan tarif progresif 0,25%, sehingga tarif royalti untuk harga US$ 1.300 per ons troy mencapai 4%.
"Misalnya dari US$ 1.300 naik ke US$ 1.400 kena tarif progresif lagi. Setiap naik US$ 100 per ons troy, kena 0,25%," ucapnya.
Adapun saat ini usulan tersebut sudah berbentuk draft. Namun, hal itu masih perlu dikoordinasikan lagi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
Bambang menjelaskan secara teknis, kenaikan harga komoditas belum tentu diikuti dengan kenaikan ongkos produksi. Oleh karena itu, pihaknya ingin agar keuntungan tinggi yang diperoleh perusahaan dirasakan juga oleh negara.
"Ini diusulkan tarif royalti progresif karena fluktuasi harganya dinilai paling tinggi," tandasnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia membenarkan bahwa minggu lalu ada pertemuan di kantor Menko Perekonomian. Namun, untuk sektor pertambangan batubara, tarif royalti bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak berubah.
"Tapi kami mengkhawatirkan jika pemerintah menerapkan tambahan royalty atas windfall profit jika HBA melebihi level tertentu," terangnya kepada KONTAN.
APBI, kata Hendra, berharap agar insentif bagi Peningkatan Nilai Tambah (PNT) batubara seperti upgrading, gasifikasi, liquefaksi agar diatur juga dlm PP seperti yang akan diberikan kepada PNT mineral.
"Untuk isu mineral dikhawatirkan penerapan tarif royalty sebesar 2% atas produk tembaga katoda akan memberatkan pelaku usaha yang akan membangun smelter tembaga karena mereka juga sudah terbebani dengan PPN yang tidak bisa dikreditkan," terangnya.