Freeport Akui Minta Tenggat Proyek Smelter Manyar Diundur 1 Tahun
' />
PERUSAHAAN tambang PT Freeport Indonesia (PTFI) mengakui pembangunan smelter Manyar di Gresik, Jawa Timur, agak terhambat dari target Desember 2023. "Pandemi virus korona atau covid-19 kemungkinan akan menghambat kemampuan PTFI untuk menyelesaikan pembangunan smelter hingga Desember 2023," kata Vice President Corporater Communication PTFI Riza Pratama dalam keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Selasa (28/7).
Dia mengakui, komitmen PTFI untuk menyelesaikan pembangunan smelter tambahan di Manyar, Gresik adalah 5 tahun setelah ditandatanganinya kesepakatan divestasi akhir 2018. Baca juga: Produksi Emas Freeport Turun Pengaruhi Ekonomi Papua Adapun progres pembangunan smelter Manyar berdasarkan evaluasi per Januari 2020 telah mencapai 4,88%. Angka ini sedikit lebih tinggi dari target yang dipatok perusahaan sebesar 4,09%.
"Tahapan yang telah diselesaikan sejauh ini, adalah proses pematangan lahan (ground improvement), dan Front End Engineering Design," kata dia. Baca juga: Smelter Freeport Berproduksi 2023 Ground breaking untuk konstruksi fisik, sambung dia, rencananya akan dilakukan di Agustus atau awal September tahun ini. "Namun, sehubungan dengan adanya pandemi covid-19, projek pembangunan smelter Manyar akan mengalami keterlambatan dalam penyelesaiannya," katanya.
Hingga saat ini, jelas Riza, PTFI telah mengeluarkan anggaran Rp2 triliun untuk pembangunan smelter di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur. PTFI, kata dia, memperkirakan biaya smelter baru yang dibangun hingga 2023 dalam rangka memenuhi komitmen kepada pemerintah akan mencapai kurang lebih US$3 miliar.
Sejauh ini, PTFI telah menerima komitmen pendanaan senilai US$2,8 miliar untuk membangun smelter di Manyar dari beberapa bank nasional dan internasional melalui corporate financing. Baca juga: Freeport Perkuat Protokol Kesehatan Menimbang biaya pembangunan smelter tambahan sebesar US$3 miliar, biaya pengoperasian smelter, dan besaran balik modal minimal, treatment charge dan refining charge (TC/RC) yang diperlukan harus menjadi dua kali lipat TC/RC yang berlaku di pasar global saat ini dan ke depan, yang seharusnya tersedia untuk PTFI. "Mengingat struktur kepemilikan saham saat ini di mana 51% saham dimiliki MIND ID, BUMN tersebut akan menanggung lebih dari US$1 miliar," ungkapnya. B
Sebelumnya, pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan ingkar janji Freeport dalam pembangunan smelter tidak hanya kali ini saja, namun pernah dilakukan sebelumnya. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, mewajibkan perusahaan tambang membangun smelter di dalam negeri paling lambat pada 2014. Namun, PTFI tidak memenuhi kewajiban smelterisasi, yang diwajibkan oleh UU tersebut. "Selain itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak mengizinkan ekspor konsentrat, PTFI berjanji akan membangun smelter asal dizinkan ekspor konsentrat.
Namun, setelah Menteri ESDM mengizinkan, Freeport ingkar janji dalam membangun smelter. Bahkan, setelah 2 tahun sejak SPA disepakati, progress pembangunan smelter di Gresik baru mencapai 5,8%,” kata Fahmy kepada Media Indonesia, Jumat (24/7). Baca juga: Penembak Karyawan Freeport Ditangkap Riza menambahkan, pandemi covid-19 mendorong PTFI menyusun ulang berbagai rancangan kerja. Salah satu penyesuaian tersebut ada pada target penyelesaian pembangunan smelter kedua PTFI di Manyar, Gresik yang awalnya ditargetkan selesai pada Desember 2023.
"Proses pembangunan smelter tambahan ini terhambat karena perusahaan menghadapi kendala dalam projek ini termasuk ketersediaan kontraktor dan pembatasan pasokan sebagai akibat dari pandemi covid-19," kata Riza. Selain itu, sambung Riza, Kontraktor rekayasa dan pengadaan utama, Chiyoda, yang berbasis di Jepang, dan pekerja asing lainnya yang terlibat dalam proyek belum dapat masuk ke Indonesia pada saat ini.
Selain itu, penyesuaian roster kerja demi melindungi kesehatan dan keselamatan para pekerja, katanya, juga memengaruhi ketepatan waktu proses fabrikasi alat dan proses kerja. "Saat ini kami masih menunggu tanggapan Kementerian ESDM terkait dengan permohonan yang telah kami ajukan untuk penundaan pembangunan smelter selama satu tahun akibat dampak pandemi covid-19," ungkap Riza. Akan tetapi, lanjut dia, meski pembangunan smelter tertunda, PTFI berharap bisa tetap berpoduksi secara aman sehingga tetap dapat menyediakan lapangan kerja dan berkontribusi kepada ekonomi nasional. (X-15)