Freeport Enggan Bangun Smelter Sebelum Kontrak Diperpanjang
JAKARTA - PT Freeport Indonesia menegaskan baru akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter), jika pemerintah memperpanjang kontrak perusahaan raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Padahal Freeport sendiri memiliki kewajiban membangun smelter seperti yang dipersyaratkan pemerintah untuk mendapatkan izin ekspor mineral mentah.
Bahkan hingga kini lokasi pembangunan smelter Freeport belum diputuskan, dimana mereka beralasan tidak lain karena belum adanya kepastian perpanjangan kontrak yang akan habis pada 2021.
"Intinya Freeport komitmen membangun smelter, namun dalam konteks membangun smelter dan menentukan kepastian lokasi memang ada beberapa pertimbangan yang menjadi bahan untuk diselesaikan terlebih dahulu," terang Presiden Direktur Freeport Chappy Hakim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Dia menambahkan untuk membangun smelter, Freeport membutuhkan dana yang mencapai USD2,2 miliar. Anggaran fantastis tersebut, kata dia, baru akan diperoleh jika pihaknya mendapat perpanjangan kontrak dari pemerintah.
Kelanjutan kontrak Freeport sendiri yang akan berakhir pada 2021 mendatang, baru akan dibahas pemerintah ketika dua tahun sebelum berakhir. Dengan demikian, Freeport baru akan membangun smelter pada 2019 mendatang.
"Kepastian perpanjangan kontrak yang berhubungan erat dengan ketersediaan dana untuk pembangunan smelter. Membangun smelter itu butuh dana, dan dana itu baru bisa kalau kita dapat kalau perpanjangan kontrak sudah didapat," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengemukakan, hingga saat ini smelter Freeport memang belum kelihatan fisiknya. Dari komitmen dana sebesar USD2,2 miliar yang dicatatkan, Freeport baru menggelontorkan dana sekitar USD212,85 juta.
"Sehingga belum kelihatan sekali fisik bangunannya. Tapi perjanjian sewa lahannya sudah dilakukan," jelas Bambang.