Jakarta, CNBC Indonesia- PT Freeport Indonesia kembali ramai dibicarakan pada pekan ini. Mulai dari publikasi hasil temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktivitas tambang perusahaan tersebut, hingga proses divestasi yang ditargetkan selesai April ini, namun prosesnya masih penuh teka teki.
PT Freeport Indonesia dinilai tidak memiliki itikad baik dalam menangani temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di mana Freeport disebut melakukan kerusakan lingkungan di Papua dengan potensi kerugian negara mencapi Rp 185,01 triliun.
Hampir setahun sejak dipublikasikan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I/2016, Anggota IV BPK Rizal Djalil mengaku mendapat informasi dari Dirjen Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa tidak ada perkembangan signifikan atas proses pemulihan.
"Tidak ada perkembangan yang signifikan. Sudah 333 hari sejak temuan ini disampaikan dan tidak ada niat baik dari PTFI," ujarnya awal pekan ini.
Sementara itu, Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) Budi Gunadi Sadikin atau Inalum yang berperan sebagai induk usaha holding BUMN pertambangan, memberi kisi-kisi nilai valuasi hak partisipasi (participating interest/PI) Rio Tinto di Tambang Grasberg.
Dia mengaku nilai PI Rio Tinto ditaksir tak jauh berbeda dengan hitungan yang dilakukan oleh berbagai lembaga internasional seperti HSBC, Credit Swiss, Morgan Stanley, dan yang paling terbaru adalah Deutsche Bank yakni senilai US$ 3,3 miliar atau setara dengan Rp 44,5 triliun.
"Paling beda-beda tipis di harga. Kan ada negosiasi," kata Budi, Rabu (20/3/2018).
Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu meminta pemerintah untuk tegas terhadap Freeport dalam penyelesaian temuan BPK. Menurut dia, pemerintah tidak boleh terus berbaik hati terhadap perusahaan asal Amerika Serikat itu.
Dia mencontohkan bagaimana Freeport yang juga pernah lalai dalam melaksanakan kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter. Telah terbit dua PP, tahun 2014 dan 2017, dengan total penambahan jangka waktu hingga 13 tahun, namun pembangunan smelter dia nilai masih nol.
"[Penyelesaiannya] on track saja dengan proses divestasi. Ini sangat berpengaruh, bohong kalau dibilang tidak. Masa Anda mau beli perusahaan yang ada utang, ada kewajiban mengeluarkan dana hingga Rp 185 triliun.
Ketika dimintai tanggapan, Freeport mengaku telah dalam proses pemulihan kerusakan dan melakukan koordinasi dengan KLHK. melakukan kewajiban penyerahan dokumen atas pembaruan izin lingkungan. Hal itu disampaikan Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama.
Namun, Riza tidak menjawab dengan rinci apa tindakan perusahaan atas kerusakan itu. Dia hanya menerangkan bahwa Freeport sedang dalam proses menanggapi apa yang disampaikan KLHK.
"Kami juga sedang dalam proses untuk menanggapi poin lainnya yang disampaikan kementerian," kata Riza. Riza pun mengklaim dampak lingkungan kegiatan tambang Freeport selama ini telah didokumentasikan, dipantau, dan dikelola dengan sesuai dengan AMDAL dan peraturan yang berlaku.