Freeport Ngotot Ingin Dapatkan Izin Ekspor Konsentrat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Freeport-McMoran Inc selaku pemegang saham terbesar PT Freeport Indonesia kembali bereaksi kepada Pemerintah Indonesia.
Maklum saja, hampir sebulan ini anak usaha Freeport McMoran itu belum bisa menunaikan kegiatan ekspor konsentrat tembaga.
Sebelumnya, pada pekan lalu Freeport-McMoRan mengancam mengurangi produksi sampai 60%, melakukan pemutusan hubunga kerja (PHK) pekerja dan menggugat Pemerintah Indonesia.
Kali ini manajemen Freeport McMoran meminta pemerintah mengikuti perjanjian kontrak karya (KK) yang sudah ada. Sehingga, Freeport bisa melaksanakan ekspor konsentrat.
Presiden dan CEO Freeport-McMoRan Richard C. Adkerson mengatakan sesuai hak dalam kontrak karya, mestinya Freeport bisa melaksanakan ekspor dengan kepastian fiskal yang ada. Namun sampai saat ini persetujuan belum diberikan.
"Kami kecewa, hal ini masih belum terselesaikan dan prihatin tentang dampak negatif bagi seluruh stakeholder, terutama untuk tenaga kerja kami dan ekonomi lokal," terangnya melalui siaran pers tertulisnya seperti dikutip Kontan, Minggu (5/3/2017).
Seperti diketahui, Kementerian ESDM mengeluarkan tiga beleid untuk kegiatan ekspor. Yakni, Peraturan Pemerintah No 1/2017, Permen ESDM No 5/2017 dan Permen ESDM No 6/2017.
Inti ketiga aturan itu, perusahaan boleh melakukan ekspor konsentrat, dengan syarat mengubah status dari KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Lalu komitmen membangun smelter selama lima tahun ke depan.
'Tak kalah penting, mengharuskan pemegang IUPK asing mendivestasikan 51% saham mereka untuk kepentingan Indonesia, selambat-lambatnya tahun kesepuluh produksi.
Adkerson menyatakan, berdasarkan peraturan baru itu dan diskusi dengan pemerintah, Freeport bersedia mengkonversi KK ke IUPK.
Syaratnya, kesepakatan stabilitas investasi dengan hak kepastian hukum dan fiskal seperti dalam kontrak karya.
"Sesuai surat yang diberikan kepada Freeport tanggal 7 Oktober 2015, pemerintah menjamin ada aturan baru yang memungkinkan perpanjangan kontrak Freeport dengan hak yang sama dengan kepastian hukum dan fiskal seperti dalam kontrak karya," ujarnya.
Ia menegaskan, Freeport akan memulai pembangunan smelter, setelah mendapatkan persetujuan perpanjangan hak operasi jangka panjang atau sampai tahun 2041. Selain itu juga Freeport meminta izin ekspor konsentrattanpa pengenaan bea tambahan.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, penerbitan IUPK sementara masih dievaluasi. Belum dipastikan izin ekspor Freeport memakai IUPK Sementara itu. "Pakai sementara atau tidak masih kita evaluasi," ujarnya dikutip Kontan, Minggu (5/3/2017).