Gak Cuma Lubang Tambang, Limbah Smelter Juga Masih Bermasalah
Jakarta, CNBC Indonesia - Lubang bekas tambang menjadi permasalahan yang kerap dibahas masyarakat. Namun, di industri pertambangan masih ada masalah lain yang juga perlu diperhatikan, yakni limbah.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengakui masih banyak masalah terkait dengan isu lingkungan yang dihadapi saat ini, seperti limbah B3, slag nikel, slag tembaga yang sampai sekarang belum tuntas penanganannya.
"Mengenai hukum lingkungan, masih banyak problem di pertambangan. Masih ada masalah limbah B3, slag nikel, tembaga yang belum tuntas," ungkapnya dalam acara 'Indonesia Mining Outlook 2021' melalui YouTube Tambang TV, Selasa (15/12/2020).
Menurutnya, kemampuan dalam menyelesaikan masalah limbah menjadi salah satu penentu keberhasilan pembangunan smelter. Dia menyebutkan isu penanganan limbah yang masih dibahas seperti bagaimana membuang limbah dari proses smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) dari bahan baku nikel ke bawah laut, kemudian limbah dari abu pembakaran batu bara, slag nikel, dan juga slag tembaga.
"Walau sudah koordinasi, ini jadi salah satu penentu keberhasilan, seperti bagaimana membuang limbah dari proses HPAL dari nikel ke bawah laut. Limbah B3 abu batu bara bagaimana, slag nikel, tembaga bagaimana ini, ini masih banyak hal menjadi perhatian kita bersama," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, aspek lingkungan dan kaidah internasional untuk diperhatikan dalam pemanfaatan slag. Slag itu diuji sebelum dimanfaatkan untuk perusahaan dan pemerintah.
"Vale, IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park) yang di Morowali, Pomala Antam. (Nanti dituangkan dalam) Peraturan Menteri LHK untuk tata cara uji karakteristik pengecualian slag nikel," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian (27/9/2019).
Baca: Ternyata Ini Pemicu Aksi Ricuh Pembakaran Smelter Nikel VDNI Rosa melanjutkan, pemerintah akan melakukan serangkaian uji untuk memastikan limbah yang dipakai nantinya tidak beracun, tidak mudah terbakar dan tidak korosif.
Selanjutnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan memberi akreditasi jika suatu limbah layak untuk digunakan.
"Dimasukkan dalam limbah B3. Tapi dimungkinkan untuk pengecualian. Nah pengecualian ini dia harus test. Satu, laporannya memang harus dijaga betul, terakreditasi dan diberikan standar oleh KLHK, metoda untuk menguji dan sebagainya itu harus sama. Dan dia harus terakreditasi," jelasnya.
Limbah yang sudah terakreditasi nantinya dapat digunakan membangun jalan untuk internal perusahaan maupun membantu pemerintah membangun infrastruktur.
"Ada yang dipakai buat perusahaan itu sendiri, bisa oleh pemerintah. Kalau pemerintah bikin jalan tol, bangunan, itu bisa. Atau perusahaan itu sendiri, reklamasi tambang misalnya."