Gegara Larangan Ekspor, Penambang Nikel Rugi Rp 300 Juta/Hari
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyebut larangan sementara ekspor bijih nikel yang dikeluarkan pemerintah berdampak pada ketidakpastian hukum. Kerugian material pengusaha (Demmurage tongkang dan vessel sekitar Rp. 300 juta per hari.
"Yang sudah berlangsung sejak 28 Oktober 2019 hingga saat ini, dan belum ada kepastian kepastian hukum yang jelas, sampai kapan ditahan," ungkap Ketua Umum APNI Insmerda Lebang dalam surat yang ditandatangani, (6/11/2019).
Surat tersebut ditujukan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pihaknya meminta agar pemerintah melindungi pengusaha yang sudah sesuai dalam melaksanakan penambangan, pengangkutan, pemuatan sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. "Prestasi Indonesia negatif di mata investor," jelasnya.
Asosiasi mendukung pemerintah untuk menindak tegas dan memberi sanksi tegas kepada perusahaan eskportir nikel ore yang menjalankan kegiatan penambangan.
"Hingga saat ini menurutnya belum ada satupun perusahaan smelter domestik yang mau menerima cargo bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7% dengan harga market internasional sesuai statement dan kesepakatan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tanggal 28 Oktober 2019,"terangnya.
Lebih lanjut pihaknya juga meminta agar sanksi administratif diberikan bagi penambang yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Mineral dan Batubara pada Bab XIV Pasal 40 ayat (2) sudah jelas disebutkan bahwa sanksi administratif berupa:
(a) peringatan tertulis, (b)penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha; dan/atau (c) pencabutan izin.
"Sedangkan dalam pasal 55 ayat (8) menyebutkan bahwa denda administratif sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri, sehingga jika ada pelanggaran terhadap Permen tersebut cukup memberikan sanksis sesuai ketentuan, dan bukan dengan menghentikan sementara seluruh kegiatan ekspor yang sudah sesuai dengan ketentuan," tegasnya.
Sebelumnya, pemerintah mengambil langkah menghentikan sementara ekspor bijih nikel 1 - 2 minggu. Langkah ini diambil karena banyak pelanggaran terkait ekspor bijih nikel menjelang pelarangan 1 Januari 2020 mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan para penambang menguras habis sumber nikelnya dan melakukan ekspor besar-besaran. Menurut Luhut saat ini ekrpor bijih nikel per bulan mencapai 100-130 kapal dari biasanya hanya 30 kapal per bulan.
Kondisi ini dikhawatirkan bakal merusak lingkungan. "Penyetopannya tetap 1 Januari 2020, tidak berubah. Tapi ini karena tiba-tiba ada lonjakan luar biasa sampai 3 kali target," ungkap luhut di Kantornya, Selasa, (29/7/2019).
Terakhir Luhut menyampaikan sebagian izin ekspor bijih nikel bagi eksportir yang tidak melanggar telah diberikan kembali. "Sudah, buat yang tidak melanggar," kata Luhut di Kantor Kemenko Maritim dan Investasi, Kamis, (7/11/2019).