HIPMI Minta Pemerintah Lindungi Industri Smelter Lokal dari Tekanan Asing
Indonesiainside.id, Jakarta — Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM agar setiap transaksi pembelian Nikel oleh Industri Pengolahan dan Pemurnian (Smelter) harus berdasarkan Harga Patokan Mineral (HPM).
Selain itu, jika terjadi selisih kadar Nikel pada saat loading hingga tiba di lokasi (unloading) maka yang menjadi patokan adalah hasil surveyor pihak ketiga yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Menanggapi hal tersebut Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani H Maming menyatakan mendukung kebijakan perihal penggunaan HPM sebagai dasar dari transaksi pembelian nikel.
“Untuk harga pembelian nikel oleh smelter prinsipnya setuju jika harus menggunakan HPM sebagai dasar harga. Kami mendukung ketatapan yang sudah diatur oleh pemerintah,” ujar Maming di Jakarta, Kamis (28/11).
Menurutnya, surveyor yang terlebih dahulu disepakati oleh kedua belah pihak jika terjadi selisih kadar nikel pada saat loading dan unloading akan meminimalisir miskomunikasi. “Surveyor yang terlebih dahulu ditunjuk dan disepakati oleh kedua belah pihak jika terjadi selisih kadar nikel pada saat loading dan unloading nantinya akan meminimalisir miskomunikasi yang akan terjadi. Selain itu tentunya akan lebih memperlancar setiap transaksi jual beli nikel,” tambahnya.
Dia menekankan bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam pematangan kebijakan perihal transaksi jual beli nikel ini. Pemerintah harus lebih melindungi para pengusaha lokal dari pengusaha asing.
“Kami harap pemerintah akan semakin serius dalam pematangan kebijakan perihal transaksi jual beli nikel ini,” katanya.
Pengusaha lokal, lanjut dia, patutnya juga lebih mendapat perlindungan dari pemerintah agar tidak termakan oleh asing. Karena tanpa backup pemerintah, pengusaha lokal akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa bertahan.(*/Dry)