Hanya 2 Smelter Baru yang Beroperasi, Dampak Covid-19 pada Pengiriman Barang dan Tenaga Ahli
' />
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Hilirisasi tambang mineral melalui fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) kembali meleset dari target. Tambahan smelter baru pada tahun ini saja dipastikan berkurang dari rencana awal.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak mengungkapkan, semula target akan ada tambahan 4 smelter baru yang beroperasi di tahun ini.
Namun, yang masih memungkinkan untuk bisa beroperasi tahun ini hanya ada 2 smelter.
Adapun, keempat smelter yang awalnya dijadwalkan beroperasi tahun ini, pertama, smelter nikel PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 64.655 ton Feronikel.
Kedua, smelter timbal PT Kapuas Prima Coal (KPC) di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dengan kapasitas produksi 22.924 ton timbal bullion.
Ketiga, smelter nikel PT Arthabumi Sentra Industri di Morowali, Sulawesi Tengah yang akan menghasilkan 72.965 ton Nikel Pig Iron.
Keempat, smelter mangan yang dibangun oleh PT Gulf Mangan Grup di Kupang, Nusa Tenggara Timur yang akan memproduksi 40.379 ton ferromangan.
Dari keempat proyek smelter itu, hanya smelter FeNi Antam dan timbal KPC yang dijadwalkan bisa selesai dalam periode kuartal III atau kuartal IV tahun ini.
"Untuk target 2020 dari 4 smelter menjadi 2, yaitu KPC dan Antam. Dua lainnya mundur ke tahun depan," kata Yunus saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (28/6).
Mundurnya smelter nikel PT Arthabumi terjadi karena dampak Covid-19 yang membuat arus pengiriman barang dan juga tenaga ahli menjadi terhambat. "Sedangkan Gulf Mangan karena masih moratorium," sebut Yunus.
Secara umum Yunus mengatakan wabah Covid-19 sangat berpengaruh terhadap pengerjaan proyek smelter dan membuatnya menjadi terhambat. "Barang, peralatan dan tenaga ahli yang berasal dari negara produsen teknologi mengalami keterlambatan dalam penyelesaian dan pengirimannya," terang Yunus.
Alhasil, target capaian smelter hingga tahun 2022 pun meleset dari target. Berdasarkan hasil evaluasi atas kewajiban yang harus dilaksanakan para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Yunus menyebutkan, ada 4 smelter yang tidak memenuhi kewajiban dan kelanjutan proyeknya tidak jelas.
Sehingga, target dikurangi dari 52 menjadi 48 smelter. "Karena 4 smelter tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban. Tidak hanya kewajiban progresnya yang tidak terpenuhi, tapi juga kewajiban lainnya seperti laporan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya)," ungkap Yunus.
Yunus memang tidak membeberkan secara detail proyek smelter dari perusahaan mana saja yang tidak melanjutkan pengerjaan. Yang jelas, 4 smelter itu terdiri dari 3 smelter nikel dan 1 smelter pasir besi.
Saat ini, sudah ada 17 smelter yang beroperasi. Terdiri dari 11 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 smelter mangan. Berarti, masih ada 31 proyek smelter yang saat ini dalam proses pengerjaan.
Target operasional smelter yang awalnya dijadwalkan paling lambat tahun 2022 bakal mundur setahun ke 2023. Beruntung, Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 atau UU Minerba yang baru masih memberi ruang untuk hal tersebut.
"Sesuai UU No. 3 Tahun 2020, sampai dengan 2023," kata Yunus.
Dihubungi terpisah, Staff Khusus Menteri ESDM bidang percepatan tata kelola mineral dan batubara (minerba), Irwandy Arief mengungkapkan, pandemi Covid-19 memang sangat berdampak terhadap proyek smelter. Namun menurutnya, tidak tercapainya target pembangunan smelter bukan semata-mata karena Covid-19.
"Kemungkinan tidak tercapai bukan hanya karena Covid-19 tapi karena faktor lain seperti pendanaan," kata Irwandy saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (28/6).
Sebagai konsekuensi dari adanya proyek yang tertunda, investasi di lini pembangunan smelter pun bakal bergeser. Dari sisi investasi pun, Irwandy membeberkan dua simulasi.
Pertama, jika pandemi Covid-19 selesai pada pertengahan tahun ini, maka investasi pada proyek smelter diperkirakan hanya akan terealisasi di angka US$ 1,9 miliar atau sekitar 50% dari target. Kedua, jika Covid-19 berlanjut hingga akhir tahun, maka rencana investasi smelter di tahun ini akan bergeser ke tahun 2021 mendatang.
Adapun, rencana investasi smelter di tahun ini mencapai US$ 3,76 miliar. Jauh di atas realisasi investasi smelter tahun lalu yang hanya sebesar US$ 1,41 miliar.
Banyak Proyek Tertunda
ASOSIASI Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) mengungkapkan pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap industri smelter dalam negeri. Tak hanya bagi smelter yang telah beroperasi, pandemi pun menyulitkan proyek pembangunan smelter yang sedang berjalan.
Ketua Umum AP3I Prihadi Santoso mengatakan banyak proyek smelter yang tertunda pengerjaannya. Sehingga kemunduran jadwal operasional menjadi suatu keniscayaan di masa pandemi ini.
Tak hanya dari sisi ketersediaan dana, ketersediaan barang dan tenaga ahli juga menjadi tantangan yang sangat serius.
Prihadi bilang, pasokan alat yang dipesan dari luar negeri tertunda pengirimannya. Begitu pun dengan tenaga ahli yang belum bisa didatangkan.
"Bahkan lintas tenaga kerja antara kabupaten atau provinsi pun sulit. Hal ini mengakibatkan beberapa proyek pembangunan smelter tertunda," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (28/6).
Tak hanya itu, Prihadi menyebut bahwa faktor eksternal seperti kestabilan ekonomi global, pasar dan harga komoditas juga sangat menentukan.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, adanya penyesuaian target dan jadwal operasional dalam beberapa tahun ke depan juga menjadi suatu keniscayaan yang tak terhindarkan.
"Penyesuaian pasti akan terjadi. Juga untuk menyesuaikan dengan demand dan supply mineral yang dibutuhkan pasar," sambung Prihadi.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak juga mengamini covid-19 sangat berpengaruh terhadap pengerjaan proyek smelter dan membuatnya menjadi terhambat.
"Barang, peralatan dan tenaga ahli yang berasal dari negara produsen teknologi mengalami keterlambatan dalam penyelesaian dan pengirimannya," terang Yunus.
Tambahan smelter baru pada tahun ini pun dipastikan berkurang dari rencana awal. Semula Kementerian ESDM menargetkan akan ada tambahan 4 smelter baru yang beroperasi di tahun ini. Namun, yang masih memungkinkan untuk bisa beroperasi tahun ini hanya ada 2 smelter.
Kedua smelter tersebut adalah smelter FeNi Aneka Tambang (Antam) dan smelter timbal PT Kapuas Prima Coal (KPC), yang dijadwalkan bisa selesai dalam periode Kuartal III atau Kuartal IV tahun ini.
"Untuk target 2020 dari 4 smelter menjadi 2, yaitu KPC dan Antam. Dua lainnya mundur ke tahun depan," sebut Yunus.
Secara keseluruhan, target capaian smelter hingga tahun 2022 pun meleset dari target. Berdasarkan hasil evaluasi atas kewajiban yang harus dilaksanakan para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Yunus mengatakan bahwa ada 4 smelter yang tidak memenuhi kewajiban dan kelanjutan proyeknya tidak jelas.
Sehingga, target dikurangi dari 52 menjadi 48 smelter. "Karena 4 smelter tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban. Tidak hanya kewajiban progresnya yang tidak terpenuhi, tapi juga kewajiban lainnya seperti laporan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya)," ungkap Yunus.
Yunus memang tidak membeberkan secara detail proyek smelter dari perusahaan mana saja yang tidak melanjutkan pengerjaan. Yang jelas, 4 smelter itu terdiri dari 3 smelter nikel dan 1 smelter pasir besi.
Saat ini, sudah ada 17 smelter yang beroperasi. Terdiri dari 11 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 smelter mangan. Berarti, masih ada 31 proyek smelter yang saat ini dalam proses pengerjaan.
Target operasional smelter yang awalnya dijadwalkan paling lambat tahun 2022 bakal mundur setahun ke 2023. Beruntung, Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 atau UU Minerba yang baru masih memberi ruang untuk hal tersebut. "Sesuai UU No. 3 Tahun 2020, sampai dengan 2023," kata Yunus
Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Hanya 2 Smelter Baru yang Beroperasi, Dampak Covid-19 pada Pengiriman Barang dan Tenaga Ahli, https://jambi.tribunnews.com/2020/06/28/hanya-2-smelter-baru-yang-beroperasi-dampak-covid-19-pada-pengiriman-barang-dan-tenaga-ahli?page=all.