Harga Batu Bara Tertekan, Pangkas Produksi Jadi Solusi Korporasi
Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia diprediksi mengalami kelebihan pasokan batu bara pada tahun ini jika emiten-emiten dengan pangsa pasar terbesar tidak cukup agresif untuk memangkas produksinya pada tahun ini.
Analis Bloomberg Intelligence Michelle Leung mengatakan bahwa secara kumulatif, emiten batu bara seperti PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), PT Adaro Energy Tbk. (ADRO), PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Bayan Resources Tbk. (BYAN), dan PT Indo Tambanraya Megah Tbk. (ITMG) hanya akan memangkas produksi 4,6 persen menjadi 214 juta ton pada 2020.
Angka itu lebih rendah daripada ekspektasi pasar yang mengharapkan emiten-emiten kakap itu memangkas produksi hingga 13 persen sepanjang 2020 menjadi 530 juta ton.
“Pasalnya, pemangkasan produksi sangat diharapkan pasar karena kelebihan pasokan yang parah dapat mendorong harga batu bara anjlok lebih dalam setelah sempat turun 20 persen pada tahun ini ke level terendah sejak Mei 2016,” ujar Michelle seperti dikutip dari publikasi risetnya, Selasa (21/7/2020).
Dia memperkirakan, harga batu bara acuan (HBA) Indonesia tetap berada di posisi rendah hingga 2021 seiring dengan proyeksi kelebihan pasokan batu bara dalam negeri yang memburuk itu.
Apalagi, mengingat adanya rencana pengetatan impor batu bara oleh China dan India, konsumen tradisional Indonesia, yang membuat potensi ekspor lebih tidak pasti.
HBA diproyeksi turun 25 persen menjadi US$58 per ton, lebih rendah daripada perkiraan harga oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di kisaran US$61,7 per ton.
Pasar mengharapkan setidaknya terdapat pemangkasan produksi sekitar 20 persen di Indonesia sehingga terdapat kestabilan yang dapat mendorong harga. Adapun, hingga Mei 2020, Michelle mencatat produksi batu bara dalam negeri sudah turun 9 persen.
Dengan demikian, produksi batu bara dalam negeri diharapkan berkurang 16 persen untuk periode Juni hingga Desember agar tercapai ekspektasi pengurangan pasokan sebesar 20 persen sepanjang 2020.
Di sisi lain, hal ini diharapkan menjadi pertimbangan para emiten mengingat kinerja perseroan pun salah satunya akan bergantung pada naik dan turunya harga.
Michelle menilai, BYAN dan ITMG adalah emiten yang paling agresif untuk mengurangi produksi, sedangkan PTBA dan ADRO dinilai masih berusaha untuk meningkatkan produksi masing-masing sebesar 4 persen dan 0 persen.
Mengutip laporan BYAN yang diterbitkan pada Mei 2020, emiten berkapitalisasi terjumbo itu telah memangkas panduan produksi sekitar 19,2 persen daripada yang sudah ditetapkan pada awal tahun ini. Panduan produksi BYAN pada 2020 turun menjadi 26 juta ton dibandingkan dengan panduan sebelumnya sebesar 31-33 juta ton.
Manajemen Bayan Resources mengatakan bahwa revisi panduan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kinerja kuartal I/2020 sejalan dengan Tambang Tabang yang menghentikan operasionalnya mulai 25 Maret hingga 14 Mei 2020 karena masalah keamanan terkait Covid-19.
Selain itu, penurunan panduan volume produksi batu bara BYAN itu juga disebabkan jumlah pasokan yang berlebih di pasar dan tingkat persediaan batu bara perseroan yang tinggi, sisa dari tahun lalu.
Di sisi lain, Direktur dan Corporate Secretary Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan bahwa perseroan akan mempertahankan panduan produksi tahun ini di kisaran 85-89 juta ton.
“Tidak ada perubahan target panduan untuk tahun ini,” ujar Dileep kepada Bisnis.
Namun, sesungguhnya panduan itu telah berada di bawah kapasitas produksi tambang perseroan pada tahun ini di kisaran 90-95 juta ton. Dileep menjelaskan, perseroan akan cenderung fokus untuk memangkas biaya produksi US$2 hingga US$4 per ton sehingga biaya produksi berada di posisi US$30 per ton.
PANGKAS PRODUKSI
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Apollonius Andwie C. mengatakan bahwa perseroan masih sebatas membuka opsi pemangkasan produksi batu bara sembari mencermati perkembangan market baik dari sisi permintaan maupun harga.
“Apabila nanti hasilnya menunjukkan perlu untuk dilakukan penyesuaian terhadap volume produksi, tentunya opsi tersebut akan kami lakukan,” ujar Apollonius kepada Bisnis, Sabtu (18/7/2020).
Adapun, PTBA menargetkan produksi tahun ini sebesar 30,3 juta ton, naik empat persen dari realisasi tahun lalu sebesar 29,1 juta ton.
Angkutan batu bara berbasis rel di Sumatra Selatan. - ptba.co.id
Head of Corporate Communication Division Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan bahwa perseroan sudah mengantisipasi adanya penurunan produksi dibandingkan dengan realisasi tahun lalu seiring dengan memperhatikan kondisi pasar batu bara saat ini.
Perseroan memprediksi produksi batu bara tahun ini berada di kisaran bawah target tahun ini, yaitu 54 juta - 58 juta ton. Pada 2019, perseroan telah memproduksi 58 juta ton, lebih tinggi daripada panduan yang ditetapkan tahun lalu sebesar 54 juta - 56 juta ton .
“Kami juga akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasi sesuai rencana di tambang milik perseroan,” ujar Febriati kepada Bisnis, Jumat (17/7/2020).
Perseroan juga akan fokus terhadap upaya peningkatan keunggulan operasional, pengendalian biaya dan efisiensi, serta eksekusi strategi demi kelangsungan bisnis dan mempertahankan kinerja yang solid.