a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Harga Komoditas Tetap Jadi Tumpuan

Harga Komoditas Tetap Jadi Tumpuan
JAKARTA — Harga komoditas diprediksi kembali menjadi penopang neraca perdagangan Indonesia pada September 2016 melanjutkan tren yang berlangsung pada bulan sebelumnya.

Namun, pemerintah diharapkan mewaspadai kondisi tersebut karena harga komoditas sebenarnya masih belum pulih dari posisi normalnya.

Posisi neraca perdagangan pada September akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini, Senin (17/10).

Adapun Bank Indonesia memprediksi, surplus neraca perdagangan bulan lalu akan mencapai US$1 miliar melonjak dari perolehan Agustus yang mencapai US$293,6 juta.

Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede memprediksi surplus neraca perdagangan pada September bergerak di kisaran US$392,7 juta. Secara volume, ujarnya, ekspor nasional mengalami kenaikan karena adanya peningkatan aktivitas manufaktur beberapa mitra dagang seperti China, Uni Eropa, dan negara anggota Asean lainnya.

Sementara itu, laju bulanan impor diperkirakan cenderung melemah. Hal itu ditandai de ngan penurunan ekspor China ke Indonesia, meskipun aktivitas manufaktur cenderung meningkat tipis.

Dia mengatakan produk komoditas memang masih menjadi andalan. Namun, kondisi ini perlu menjadi peringatan bagi pemerintah karena harga komoditas cenderung belum pulih ke level normalnya terlebih harga produk tersebut masih bergantung pada kondisi ekonomi China yang juga masih belum stabil.

“Surplus neraca perdagangan Indonesia pun juga cenderung menurun dari tahun lalu karena sebenarnya kinerja ekspor indonesia terus menurun,” ujar Josua
di Jakarta, Minggu (16/10).

Perekonomian Beijing yang belum stabil tercermin dari data terbaru dari Kantor Bea Cukai China. Otoritas tersebut melaporkan neraca perdagangan pada September kembali mencatatkan hasil yang mengecewakan.

POSISI TERENDAH

Ekspor dan impor China jatuh ke posisi terendahnya selama enam bulan terakhir. Surplus perdagangan bulan lalu tercatat mencapai US$41,9 miliar, atau lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar US$53 miliar.

Josua mendesak pemerintah untuk meningkatkan ekspor produk manufaktur atau mendorong percepatan penghiliran industri. Pasalnya, hal tersebut berpotensi mengangkat produk ekspor nasional karena memiliki nilai tambah yang lebih besar.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengingatkan pergerakan ekspor dan impor sebenarnya mengalami stagnansi dibandingkan dengan pencapaian pada periode-periode sebelumnya.

“Neraca perdagangan masih surplus dan disertai peningkatan, kami perkirakan mencapai US$1 miliar. Ekspor membaik sejalan dengan perbaikan harga komoditas seperti CPO dan batu bara,” katanya, Jumat (14/10).

Sementara itu, ekonom senior Kenta Institute Eric Sugandi menyebutkan, selain karena kenaikan harga komoditas, tumbuhnya ekspor bulan lalu didorong oleh naiknya permintaan pada produk nonmigas.

Sementara itu, kenaikan impor didorong oleh adanya peningkatan aktivitas ekonomi. Dia sendiri memprediksi, ekspor akan tumbuh US,9 miliar atau 1,3% secara tahunan dan impor mencapai US$12,7 miliar atau naik 2,4% secara year-on-year (yoy).

Sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia berhasil mencatatkan surplus sebesar US$293,6 juta pada Agustus atau lebih rendah dari posisi Juli sebesar US$510 juta. Surplus yang lebih rendah tersebut didorong oleh menurunnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan meningkatnya defisit neraca perdagangan migas.

Pada periode tersebut, peningkatan ekspor nonmigas terutama didorong oleh naiknya ekspor lemak dan minyak hewan, perhiasan, kendaraan dan bagiannya, mesin-mesin, serta bijih, kerak, dan abu logam.

Naiknya ekspor lemak dan minyak hewani sejalan dengan mulai meningkatnya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

http://koran.bisnis.com