a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Harga Nikel Merosot, Prospek Antam Turun Jadi "Negatif"

Harga Nikel Merosot, Prospek Antam Turun Jadi "Negatif"
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menegaskan peringkat "idA" kepada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan Obligasi Berkelanjutan I/2011. Namun prospek untuk peringkat perusahaan direvisi menjadi "negatif" dari "stabil".

Pemangkasan prospek perusahaan menjadi "negatif" ini untuk mengantisipasi penurunan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) yang diakibatkan oleh harga jual nikel dan volume penjualan emas yang lebih rendah dari ekspektasi.

"Situasi yang tidak pernah terjadi sebelumnya akibat Coronavirus disease (Covid-19) pandemi mendorong kami untuk merevisi ekspektasi volume penjualan dan harga komoditas ANTM menjadi lebih rendah dari proyeksi terakhir kami," tulis dua analis Pefindo, Niken Indriarsih dan Aishantya, dalam risetnya, dilansir Kamis (4/6/2020).


Pefindo mencatat, sejak Covid-19 pertama diidentifikasi pada akhir Desember 2019, harga nikel global turun sebanyak 12% dari US$ 13.723 per ton menjadi US$ 12.128 per ton pada 27 Mei 2020.

Baca:
Asing 'Menggila', IHSG-Rupiah Siap Tembus Level Psikologis

Pandemi mengakibatkan lockdown (karantina wilayah) di beberapa negara juga mempengaruhi penjualan ekspor emas ANTM, yang diperkirakan akan menurun.

"Meskipun manajemen akan fokus untuk meningkatkan penjualan emas lokal, yang memiliki margin yang lebih tinggi dibandingkan penjualan ekspor, namun permintaan dari pasar retail emas domestik mungkin agak melemah karena tingginya harga emas di tengah daya beli masyarakat yang melemah saat ini," tulis keduanya.

Pefindo menilai, meskipun ANTM mengambil beberapa beberapa inisiatif untuk mempertahankan posisi biaya yang rendah dan memitigasi penurunan EBITDA dengan melakukan efisiensi biaya, pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dapat mempengaruhi profil kredit ANTM dalam jangka waktu dekat hingga menengah.

Obligor dengan peringkat idA memiliki kemampuan yang kuat dibandingkan obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya. Walaupun demikian, tulis Niken dan Aishantya, kemampuan obligor mungkin akan mudah terpengaruh oleh perubahan buruk keadaan dan kondisi ekonomi dibandingkan obligor dengan peringkat lebih tinggi.

Peringkat mencerminkan sumber daya dan cadangan ANTM yang cukup besar, posisi yang kuat di industri yang didukung oleh produk pertambangan yang terdiversifikasi, dan kegiatan operasional yang terintegrasi secara vertikal.

"Namun, peringkat dibatasi oleh leverage keuangan yang tinggi dan paparan terhadap fluktuasi atas harga komoditas," tegas mereka.


Selain itu, peringkat dapat diturunkan jika pandemi terus berlangsung hingga 2021 yang dapat menunda pemulihan ekonomi global dan berdampak negatif bagi harga komoditas dan permintaan global, hal ini juga akan berpengaruh terhadap operasi bisnis dan profil keuangan ANTM.

Peringkat juga bisa berada di bawah tekanan jika Antam mencatatkan utang yang lebih tinggi dari ekspektasi tanpa dikompensasi dengan peningkatan EBITDA dan/atau gagal menyelesaikan proyek ekspansi tepat waktu.

"Kami dapat revisi prospek menjadi stabil jika Antam mampu memperkuat EBITDA di tengah keadaan yang tidak begitu baik saat ini dan meningkatkan credit matrix menjadi lebih konservatif. Kami akan terus memantau efek Covid-19 terhadap kinerja dan profil keuangan Perusahaan dalam jangka waktu dekat hingga menengah."

Dalam kesempatan terpisah, Kunto Hendrapawoko, Sekretaris Perusahaan Antam, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, mengatakan perseroan senantiasa mengevaluasi setiap peluang yang ada untuk meningkatkan kinerja bisnis.

Saat ini Antam tengah menyelesaikan tahap konstruksi proyek pembangunan pabrik feronikel di Halmahera Timur, Maluku Utara yang memiliki kapasitas terpasang sebesar 13.500 ton nikel dalam feronikel per tahun.

Perseroan juga melakukan pengembangan hilirisasi bauksit melalui proyek pembangunan pabrik Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimanta Barat, yang dikembangkan bersama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), induk usahanya, dengan kapasitas tahap pertama sebesar 1 juta ton SGAR.