Harga Saham Tambang Cocok untuk Perdagangan Jangka Pendek
Harga komoditas yang diprediksi masih berfluktuasi membuat saham tambang tidak bisa dikoleksi untuk jangka menengah atau panjang. Bila digunakan untuk perdagangan jangka menengah dan panjang, maka imbal hasil (return) yang diterima pelaku pasar rentan minus.
Sebagai contoh, meski harga batu bara dalam beberapa pekan terakhir bergerak cukup positif, nyatanya jika dilihat sejak awal tahun hingga perdagangan jelang akhir semester I atau hingga 22 Juni 2017 masih melemah. Tak hanya batu bara, komoditas lain pun ternyata mengalami penurunan sejak awal tahun.
"Untuk batu bara bila dilihat secara year to date (ytd) turun 13,41 persen, lalu timah turun 7,69 persen, dan nikel 10,13 persen," papar analis Oso Securities, Riska Afriani.
Menurut Riska, kenaikan harga batu bara sendiri diprediksi berakhir seiring dengan adanya rencana peralihan penggunaan batu bara sebagai bahan baku pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan (EBT). Ia menyebut, penggunaan batu bara secara global sepanjang tahun 2016 tercatat turun 1,7 persen.
"Padahal, penggunaan batu bara tahun 2005-2015 meningkat 1,9 persen," imbuh Riska.
Kondisi ini, jelas Riska, sejalan dengan turunnya harga saham emiten berbasis batu bara sepanjang semester I. Ambil contoh, harga saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) terkoreksi 9,19 persen, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) turun 6,45 persen, dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) anjlok 9,31 persen.
"Jadi secara keseluruhan pertambangan untuk jangka pendek saja. Ini karena untuk jangka panjang harga komoditas belum terlihat stabil. Jadi berbahaya untuk jangka panjang," kata Riska.
Untuk itu, ia masih merekomendasikan beberapa saham batu bara tersebut untuk jangka pendek, ditambah dengan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Di sisi lain, Edwin tidak merekomendasikan saham tambang berbasis minyak sepanjang pekan ini. Pasalnya, harga minyak masih berpotensi mengalami penurunan hingga ke level US$30 per barel.
"Untuk Medco Energi dan PT Elnusa Tbk (ELSA) jual (sell) karena minyak turun, dan ini berkaitan dengan eksplorasi juga akan turun," pungkas Edwin.
Di sisi lain, Reza berpendapat, kenaikan harga minyak mentah dunia sepanjang libur Lebaran kemarin sebesar 7,2 persen dapat menjadi sentimen positif bagi emiten sektor tambang, khususnya Medo Energi, Elnusa, dan PT Benakat Integra Tbk (BIPI).
"Harga minyak Brent naik 7,2 persen seiring dengan pelemahan mata uang dolar AS karena berkurangnya imbas sentimen dari The Fed," kata Reza.
Dengan kondisi tersebut, maka diharapkan tren penguatan harga minyak akan berlanjut pada pekan ini. Lagipula, lanjut Reza, cadangan minyak di AS diprediksi berkurang pada bulan Juli.
"Target resistance yang kemungkinan akan diuji di kisaran US$49,7-US$49,85 per barel untuk Brent," tutup Reza. (gir)