Jakarta, CNBC Indonesia - PT Timah Tbk (TINS) membukukan kinerja konsolidasi yang kurang memuaskan pada kuartal III-2018. Laba bersih perseroan turun hampir 15% karena penurunan harga timah, padahal perseroan perseroan berhasil meningkatkan jumlah produksi.
Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan perseroan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), laba bersih perseroan tercatat turun 14,98% menjadi Rp 255,55 miliar pada kuartal III-2018, dibandingkan Rp 300,57 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan perseroan pada periode yang sama hanya naik 2,73% menjadi Rp 6,8 triliun dari Rp 6,62 triliun. Namun pada saat yang sama, beban pokok pendapatan naik lebih tinggi, yaitu sebesar 4,58% menjadi Rp 5,72 triliun dari Rp 5,47 triliun.
Secara year to date harga timah di pasar dunia turun 9,23% dari US$ 20.110/metrik ton ke US$ 18.253/metrik ton.
Pendapatan usaha tertinggi berasal dari pendapatan logam timah dan tin solder yang meningkat 4,57% secara year on year (YoY) menjadi Rp 6,18 triliun. Namun, pendapatan dari tin chemical anjlok 32,34% YoY menjadi Rp 358,45 miliar.
Beban pokok tertinggi berasal dari beban bahan baku bijih timah yang meningkat 6,64% YoY menjadi Rp 3,74 triliun.
Sekretaris Perusahaan Timah Amin Haris menjelaskan produksi bijih timah sembilan bulan pertama 2018 mencapai 26.383 ton. Nilai itu naik 10,60% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 23.854 ton.
"Dari perolehan bijih timah tersebut, 61,15% di antaranya berasal dari laut (offshore) dan sisanya sebesar 38,85% berasal dari darat (onshore)," kata Amin dalam siaran pers yang disampaikan ke bursa, Kamis (29/15/2018).
Amin menambahkan, perseroan memiliki brand influence yang besar di industri timah internasional, produk yang terdaftar di London Metal Exchange (LME) yaitu Banka dan Kundur.
Produksi logam timah sampai dengan September 2018 tercatat 21.264 ton atau turun 6,89% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar 22.837 ton.
Amin mengatakan, manajemen berencana untuk menggenjot industri hilir pertimahan agar diperoleh value-added yang lebih besar.
Dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2017, nilai aktiva Perseroan naik 14,10% menjadi Rp13,55 triliun, nilai kewajiban perseroan naik 24,80% menjadi Rp 7,26 triliun, dan nilai ekuitas perseroan naik 3,83% menjadi Rp6,29 triliun.
Perseroan tahun ini sudah menghabiskan belanja modal (capital expenditure) sebesar Rp 793 miliar, di mana 20,06% untuk mesin dan instalasi.
Kemudian 1,36% untuk peralatan eksplorasi, penambangan dan produksi, dan sisanya berupa pembelian tanah, bangunan, peralatan pengangkutan, peralatan kantor dan perumahan, dan aset dalam penyelesaian. (hps/miq)