JAKARTA. Kondisi politik Amerika Serikat (AS) menimbulkan kekhawatiran program infrastruktur Presiden Donald Trump tidak akan berjalan sesuai rencana. Isu tersebut akhirnya menekan harga aluminium dalam jangka pendek.
Mengutip Bloomberg, Kamis (18/5) pukul 19.57 waktu Shanghai, harga aluminium kontrak tiga bulan di London Metal Exchange melemah 0,2% ke level US$ 1.920,15 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Namun dalam sepekan terakhir harga aluminium menanjak 2,4%.
Andri Hardianto, Analis PT Asia Tradepoint Futures menjelaskan, harga aluminium memang tengah merespon isu dari AS. Kondisi politik di negeri Paman Sam kian memanas setelah Presiden Donald Trump diduga bekerja sama dengan Rusia dalam pemilihan presiden AS tahun lalu.
Sebelumnya, Trump telah memecat Direktur FBI, James Comey yang sedang menyelidiki kasus tersebut. Sejumlah isu negatif di AS menimbulkan kekhawatiran program ekonomi Trump tidak akan berjalan sesuai rencana. Padahal, aluminium mengharapkan dukungan kenaikan permintaan dari proyek infrastruktur AS.
Tetapi di sisi lain, kegaduhan politik AS membebani nilai tukar USD sehingga akan mendorong kenaikan harga aluminium dalam jangka pendek. "Pasar komoditas global juga masih cukup positif dengan dukungan kenaikan harga minyak dunia," papar Andri.
Kenaikan harga minyak juga memberi dampak pada naiknya biaya pengolahan aluminium sehingga dapat memicu produsen untuk mengurangi produksi.
Tren pergerakan harga aluminium menurut Andri masih cukup positif. Sentimen dari AS memang berpotensi membebani harga. Apalagi, Departemen Perdagangan AS pada bulan lalu menyatakan impor aluminium China dalam jumlah besar telah mengancam perusahaan aluminium AS.
Sejak tahun 2000 hingga sekarang, pangsa pasar aluminium global China meningkat dari 11% menjadi sekitar 53%. Pada periode yang sama, produksi aluminium AS turun 77%, dan pangsa pasar aluminium global AS turun dari 16% menjadi di bawah 2%. Hal ini membuat AS kemungkinan akan memberlakukan tarif impor aluminium.
Tetapi faktor utama yang mempengaruhi laju aluminium adalah produksi dan permintaan China. Sejauh ini, China masih menerapkan kebijakan pembatasan produksi aluminium. Pemerintah negeri tembok raksasa itu meminta penutupan sejumlah smelter menjelang musim dingin. Hal tersebut merupakan bagian dari program pencegahan pencemaran udara musim dingin 2017.
Dalam jangka panjang, harga aluminium berharap pada kenaikan permintaan dari beberapa sektor, termasuk otomotif dan proyeksi infrastruktur di negara - negara berkembang. Laporan Global Market Insights memperkirakan pasar aluminium akan melebihi US$ 150 miliar pada tahun 2024.
Sementara Research and Markets memprediksi penggunaan aluminium di industri otomotif global akan mencapai US$ 42,4 miliar tahun 2022 dengan kawasan Asia Pasifik sebagai konsumen terbesar.
Dorongan sentimen positif menurut Andri akan membawa harga aluminium ke US$ 1.940 per metrik ton hingga akhir semester pertama tahun ini.