Hari Ini, KESDM, Kemenkeu dan BKPM Bahas Renegosiasi Freeport
' />
JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Keuangan hari ini (28/8) mengadakan pertemuan lanjutan terkait renegosiasi denga PT Freeport Indonesia.
Seperti diketahui, empat poin renegosiasi yang masih dalam pembahasan diantaranya adalah keberlanjutan operasi tambang, kewajiban membangun fasilitas baru pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri, divestasi dan stabilitas investasi.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan dari Kementerian Keuangan hadir Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil dan beberapa pejabat lainnya. Adapun dari Kementerian ESDM diantaranya Sekjen ESDM dan sekaligus Ketua Tim Perundingan Teguh Pamuji dan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono.
Kementerian ESDM sebelumnya mengklaim bahwa perkembangan perundingan dengan PT Freeport Indonesia untuk sektor ESDM telah disepakati dua poin yaitu keberlanjutan operasi tambang 2 x 10 tahun yang artinya sampai 2041, dan kewajiban membangun smelter.
“Hari ini pembahasan lanjutan perundingan dengan PT Freeport Indonesia,” ujar Dirjen Minerba Bambang Gatot di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (28/8).
Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) sebelumnya menegaskan, apabila PT Freeport Indonesia tidak bersepakat dengan pemerintah dalam perundingan hingga Oktober nanti, maka perusahaan asal Amerika Serikat ini harus tunduk pada Kontrak Karya, artinya masa kontrak berakhir pada 2021.
Bambang Gatot Ariyono mengatakan pemerintah bersama PT Freeport Indonesia sudah bersepakat bahwa tenggat waktu perundingan untuk pembahasan empat isu dalam satu paket yaitu kewajiban pembangunan smelter, keberlanjutan operasi, divestasi dan stabilitas investasi mulai April hingga Oktober 2017. Apabila dalam perundingan tidak menemukan titik terang, maka proses tersebut akan dikembalikan pada Kontrak Karya.
“Ya terserah dia, mau bubar juga ngga apa-apa, mau selesai juga enggak apa-apa. Kalau dia enggak setuju mau kembalikan ke pemerintah kan juga bagus,” ujar Bambang usai mengikuti Rapat Pimpinan Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (22/8).
Seperti diketahui, pemerintah dan Freeport Indonesia saling membantah terkait kewajiban divestasi saham. Pemerintah mengklaim bahwa Freeport Indonesia sudah sepakat untuk memenuhi kewajiban divestasi sahamnya sebesar 51 persen. Namun, Freeport Indonesia melalui Juru Bicaranya, Riza Pratama mengatakan sebaliknya.
Bambang menegaskan, salah satu persyaratan untuk operasional perusahaan asal Amerika Serikat ini harus mendivestasikan saham 51 persen.
“Kita tidak perlu setuju dan tidak setuju. Yang jelas, persyaratan untuk operasional Freeport itu 51 persen harus. Masalah dia mau setuju dan enggak setuju, ya dia enggak setuju ya berarti ya enggak bisa. Kemudian kewajiban bangun smelter, baru persyaratan perpanjangan operasi 2×10 plus perpajakan sesuai dengan yang dikeluarkan pemerintah nanti. itu pegangannya,” ujar Bambang.
Lebih lanjut Bambang menuturkan, kewajiban divestasi saham 51 persen berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Seperti diketahui, berdasarkan PP No.1 Tahun 2017 Pasal 97 ayat (1) disebutkan “Pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal asing, setelah 5 (lima) tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki peserta Indonesia”.
Untuk diketahui, pada saat berita ini dimuat, nampak hadir para direksi PT Freeport Indonesia untuk pembahasan perundingan tersebut.