Hilirisasi Jadi Alasan Pemerintah Larang Ekspor Nikel hingga Timah
JAKARTA - Pemerintah mengambil kebijakan untuk melarang ekspor nikel mulai Januari 2020. Tak hanya itu, pemerintah juga berencana melakukan pelarangan ekspor mineral lainnya seperti timah dan juga bauksit.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, langkah pelarangan ini sebagai komitmen pemerintah untuk melakukan hilirisasi. Apalagi saat ini sudah ada beberapa investor yang menyatakan minatnya untuk membangun pabrik.
Namun investor ini memerlukan pasokan mineral yang konsisten. Investor tak ingin jika bahan bakunya mengambil dari luar negeri alias impor.
Smelter
“Kalau kita sudah ada investor-investor yang masuk untuk hilirisasi di timah, aspal, alumina, bauksit dan sebagainya, kenapa tidak?” ujarnya saat ditemui di Djakarta Theater, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Luhut menambahkan, pelarangan ekspor mineral mentah itu untuk mendukung hilirisasi dalam negeri. Menurut dia, mineral mentah akan memiliki nilai tambah lebih jika terlebih dahulu di dalam negeri.
Apalagi wacana ini juga sering dikatakan oleh Presiden Joko Widodo. Dalam setiap kesempatan, Presiden Jokowi menginginkan agar Indonesia bisa mengekspor barang jadi atau yang memiliki nilai tambah tinggi.
“Selama ini kita ekspor tuh ke luar, 98% misal nih, nikel tuh ke China. Sekarang kita kenapa enggak bikin di dalam, kalau dia mau diproses di sini dengan listrik yang lebih murah. Jadi ya sama aja yang lain juga gitu,” jelasnya
Sebagai informasi sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan melakukan pelarangan ekspor nikel. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, salah satu alasan pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor nikel adalah demi menjaga cadangan dan juga mempertimbangkan banyaknya smelter nikel yang mulai beroperasi di Indonesia.
“Itu yang jadi pertimbangan, cadangan kita ini kan yang dapat ditambang hampir 700 juta ton. Kalau kita hitung-hitung cadangannya hanya sampai 8 tahun,” ujarnya beberapa waktu lalu