Hilirisasi Sektor Tambang, Kadin Minta Pemerintah Fasilitasi Pengusaha
JAKARTA, iNews.id - Kamar Dagang dan lndustri (Kadin) Indonesia mendorong adanya konsistensi keberpihakan kebijakan untuk membangun hilirisasi mineral tambang dan pengembangan industri logam dasar. Hal ini sejalan dengan Rencana lnduk Pembangunan lndustri Nasional (RIPIN) 2015-2035 yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2015.
Ketua Komite Tetap Industri Logam, Mesin, dan Alat Transportasi, Kadin Indonesia I Made Dana Tangkas menilai, RIPlN telah mengamanatkan hilirisasi mineral tambang dengan percepatan pembangunan smelter, maka proses industrialisasi Indonesia akan selangkah lebih maju.
“Implementasi RIPIN tentunya harus ada dukungan semua pihak, misalnya masalah sarana infrastruktur dan pasokan listrik yang belum memadai masih menjadi salah satu kendala utama dalam pambangunan smelter, maka perlu dukungan dan keberpihakan pemerintah," kata dia dalam Focus Group Discussion (FGD) di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Ia melanjutkan, suksesnya hilirisasi mineral tambang harus ditandai dengan terserapnya produk smelter dalam negeri oleh industri hilir berbasis mineral logam seperti industri logam dasar. “Tanpa adanya industri manufaktur berbasis mineral logam, maka hilirisasi mineral tambang tetap tidak akan memberikan nilai tambah yang lebih tinggi," ucapnya.
Saat ini, pertumbuhan industri logam masih terhambat oleh biaya produksi dan bahan baku yang masih harus diimpor. Biaya produksi industri logam dasar mengalami kendala berupa harga gas alam di Indonesia yang tinggi, mencapai 95 dolar Amerika Serikat (AS) per mmbtu.
Harga tersebut masih lebih mahal dibanding Jepang dan Rusia yang hanya 6,3 dolar AS per mmbtu. Begitu pula bila dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN.
"Ada hambatan lainnya, industri logam dasar itu awal dan progam hilirisasi yang berbasis mineral logam, dan hingga kini belum diatur lebih lanjut sektor yang berwenang membuat regulasi," ujarnya.
Menurut dia, peran pemerintah melalui BUMN juga masih kurang dalam pembangunan industri berbasis mineral logam. Untuk itu, BUMN perlu bersatu dan hadir secara khusus untuk membangun lndustri logam dasar dan industri hilirnya.
Kendati demikian, di balik hambatan yang ada, ia menilai Indonesia memiliki peluang yang sangat potensial untuk mengembangkan hilirisasi. Misalnya industri baja sebagai salah satu komponen utama dan industri logam dasar yang diperkirakan masih akan terus tumbuh dengan rata-rata per tahun sampai tahun 2025.
Hal ini karena tingginya permintaan bahan baku untuk sektor konsumsi yang tumbuh 8,5 persen, dan otomotif 9,5 persen. Diperkirakan Indonesia masih harus mengimpor sebanyak 5,4 juta ton untuk memenuhi kebutuhan yang mencapai 12,94 juta ton per tahun.