Holding BUMN Tambang Dinilai Berpotensi Wujudkan Pembangunan Smelter
AKURAT.CO, Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan akan segera terbentuk pada akhir bulan ini. Adapun holding tersebut nantinya bakal dipimpin oleh PT Inalum (Persero) sebagai perusahaan induk yang membawahi PT Tambang Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Antam Tbk (ANTM), dan PT Timah Tbk (TINS) sebagai anggotanya.
Langkah holding itupun masih menjadi perbincangan hangat hingga kini, mengingat perusahaan-perusahaan yang akan diholding itu memiliki jenis bisnis energi yang berbeda-beda. Sehingga dikhawatirkan justru tidak efektif bahkan bakal tak mungkin mematikan bisnis perusahaan itu. Lantas, sejauh mana holding BUMN tambang bakal mengangkat kinerja para perusahaan tambang didalamnya maupun sektor energi dalam negeri?
Direktur Investa, Saran Mandiri Hans Kwee mengungkapkan, pembentukan holding BUMN untuk sektor energi itu memang bagus jika melihat kedua perusahaan seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan Pertamina Gas yang sebelumnya bersaing jika digabung bakal berdampak positif bagi kedua perusahaan. Lantaran ke depannya, dengan sinergi kedua perusahaan itu akan mampu mengangkat margin keduanya.
"Kalau untuk kasus TINS (PT Timah-RED), PTBA (PT Bukit Asam-RED), ANTM (PT Antam-RED) inikan agak beda bisnisnya, kalau kita liat begitu dibentuk holdingnya Inalum diatas pegang jadi holding. Yang bisa kita lihat pertama untuk TINS dan ANTM tadinya kalau ada apa-apa harus ke DPR jadi enggak fleksibel. Sesudah itukan jadi lebih fleksibel karena satu layer di bawah," papar Hans di Jakarta beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Hans menilai, dengan holding setidaknya perusahan jadi memiliki aset yang besar yang akan membantu pemerintah guna menyentuh Freeport Indonesia. Apalagi jika melihat pemerintah yang nampak bakal cukup kesulitan memberikan pendanaan untuk mengembangkan perusahaan BUMN, sebab pemerintah juga tengah mendanani sejumlah proyek infrastruktur.
"Sedangkan perusahaan BUMN bahkan ketika mau berkembang dia butuh dana kan. Karena kalau dia cuma pakai dana debt aja pasti terbatas nanti enggak cukup, jadi butuh tarikan dana baru," ujar dia.
Sehingga, pembentukan holding akan cukup menguntungkan bagi perusahaan. Apalagi jika dengan adanya holding nantinya perusahaan mampu menghasilkan aset besar, maka tentu mempermudah bagi para perusahaan tersebut untuk membangun smelter yang hingga kini masih menjadi tantangan bagi perusahaan di sektor pertambangan.
"Jadi bisa berfikir lebih strategis untuk bangun smelter itu, karena smelter masalah gede. Kenapa susah? Pertama perijinannya. Kedua, mencari lokasi strategis dan ketiga energinya. Mungkin kalau punya holding bareng-bareng bisa bangun smelter," imbuhnya.
Sementara itu, lanjut dia, perusahaan sektor pertambangan yang masih kerap mengalami tantangan harus menjadi perhatian dari pemerintah. Tampak dari saham ketiga perusahaan tambang tersebut yang mengalami tren pelemahan sejak sebelum holding dicanangkan.
"Karena komoditasnya yang di dunianya batubara sentimen tidak terlalu bagus. Seperti Adaro turun dan kalau kita lihat Antam labanya belum terlalu oke. TINS saya enggak terlalu pantau. Jadi karena internasional, bukan karena holdingnya," terang dia.
Menurutnya, jika holding tambang sudah resmi terbentuk sebaiknya pemerintah lebih berfokus pada sinergi ke dalam dari masing-masing perusahaan. Terlebih harus lebih saling berkoordinasi serta menjalin komunikasi dengan baik kepada perusahaan.
"Begitu Inalum naik ke atas harus dilihat dulu ini capabel atau enggak untuk mulai. Karena kuncinya di situ doang. Jadi kalau dilihat, ini memang bagus. Maka bisa dilanjutkan, ini kan masalah komunikasi dengan bawah juga karena pemerintah punya 60 persenan (kepemilikan saham-RED)," tambahnya.