Holding BUMN Tambang Diprediksi Raup Pendapatan Rp 337 T di 2025
Kementerian BUMN menegaskan holding pertambangan diperkirakan mencetak pendapatan sebesar USD 25 miliar atau setara Rp 337,82 triliun pada 2025. Untuk itu, holding tengah menyatukan visi, bersinergi menciptakan efisiensi, melakukan diversifikasi produk, menghitung skala bisnis, dan meningkatkan kualitas SDM.
Menurut Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun peran negara melalui BUMN dalam pengelolaannya masih sangat kecil. Khususnya untuk komoditas bauksit, emas, nikel, batubara, dan timah, peran BUMN saat ini hanya berkisar 7 persen-20 persen, sehingga potensi untuk meningkatkan penguasaan sumber daya mineral dan batubara masih sangat besar.
Kehadiran Holding BUMN pertambangan yang baru terbentuk pekan lalu diharapkan menjadi jawaban atas masalah-masalah di atas. Sesuai salah satu tujuannya, holding tambang tersebut akan melakukan pengelolaan sumber daya alam mineral dan batubara secara optimal agar hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.
Untuk bijih bauksit, BUMN Pertambangan hanya menguasai 13 persen sisanya 87 persen dikuasai perusahaan swasta atau asing. Sementara bijih nikel, hanya 20 persen, timah sebesar 20 persen, dan batubara 7 persen.
“Melihat angka-angka ini rasanya kok miris. Masak negara hanya menguasai sedikit saja (potensi minerba). Makanya kehadiran holding BUMN Industri Pertambangan ini diharapkan dapat mengubah angka-angka tersebut. Penguasaan terhadap sumber daya alam kita meningkat, sehingga banyak memberikan manfaat untuk negara dan masyarakat," ujar Harry dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (5/12).
Lanjutnya, hilirisasi dalam jangka menengah yang akan dilakukan holding di antaranya membangun pabrik smelter grade Alumina di Mempawah Kalimantan Barat dengan kapasitas sampai dengan 2 juta ton per tahun, smelter tembaga di NTB berkapasitas 2 juta ton per tahun, smelter logam mulia di Papua dengan kapasitas 6 ribu ton per tahun, dan pabrik fero nikel di Buli, Halmahera Timur berkapasitas 13.500 ton per tahun.
Selain itu juga pembangunan PLTU Mulut Tambang Inalum berkapasitas 2x300 MW di Tanjung Enim, PLTU Mempawah berkapasitas 75 MW, dan PLTU/PLTG Halmahera Timur berkapasitas 80 MW.
“Melalui sinergi, pengelolaan bersama supporting unit seperti investasi strategi, eksplorasi, dan R&D dapat menjadi lebih terarah dan efisien. Pembentukan trading arm bersama diharapkan dapat meningkatkan market power. Dengan begitu, tekad holding untuk masuk sebagai salah satu perusahaan hebat dalam Fortune Global 500 bisa tercapai,” katanya.