Holding BUMN Tambang Teken Kerja Sama Kelola Valas
TIMIKA – Konglomerasi (Holding) BUMN menyepakati kerja sama penyediaan valuta asing (valas) bagi keperluan impor bersama dengan Himpunan Bank-Bank Negara (Himbara). Melalui kerja sama ini, seluruh devisa hasil ekspor (DHE) BUMN pertambangan yang setiap tahun bisa mencapai US$10 miliar akan disimpan di deposito perbankan domestik.
Selain soal transaksi valas, kerja sama tersebut juga mencakup dukungan fasilitas ekspor dan impor untuk konglomerasi BUMN tambang.
“Kita ingin jaga neraca perdagangan ekspor impor, sehingga kebutuhan antarperusahaan tambang dalam arti penggunaan valas dapat lebih terjaga dan dimanfaatkan," ujar Menteri BUMN Rini Soemarno di Timika, Papua, Minggu (28/7), setelah menyaksikan kesepakatan tersebut.
Menurut Rini, dengan kerja sama ini suplai devisa di pasar domestik dinilai lebih terjaga. Dengan begitu gejolak nilai tukar rupiah di pasar keuangan dapat dicegah jika sewaktu-waktu permintaan valas untuk impor membeludak.
Dengan likuiditas yang cukup juga dengan pasokan DHE atau valas ke pasar keuangan di dalam negeri, diharapkan dunia usaha dapat lebih mudah untuk mencari sumber pendanaan guna berekspansi.
Kerja sama keuangan antara Himbara dan Holding BUMN tambang ini juga diyakini memudahkan BUMN yang membutuhkan pasokan valas agar tidak mengambil valas dari pinjaman atau pasar yang bisa disusupi spekulan. Sederhananya, jika ada BUMN tambang yang membutuhkan valas untuk impor, BUMN tambang lainnya yang memiliki cadangan valas bisa meminjamkan valasnya melalui produk bank di Himbara.
"Jadi, ini salah satu yang kita jaga sehingga kebutuhan antar perusahaan-perusahaan tambang ini dalam arti penggunaan valasnya juga lebih terjaga dan lebih hati-hati," ujarnya.
Penandatanganan kesepakatan dilakukan di Timika, setelah Rini mengunjungi lokasi kerja PT Freeport Indonesia. Konglomerasi BUMN tambang atau Holding Industri Pertambangan (HIP) beranggotakan PT Inalum (Persero), PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Freeport Indonesia (PTFI).
Sementara Himbara yang menandatangani kesepakatan kerja sama adalah PT Bank Mandiri Persero Tbk, PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI).
Direktur Utama Kelompok BUMN Tambang, Budi Gunadi Sadikin, yang juga menjabat Dirut PT Inalum menjelaskan, dengan kerja sama ini, jika ada anggota BUMN tambang yang memiliki kelebihan likuiditas valas dapat meminjamkan kepada anggota BUMN tambang lainnya yang membutuhkan melalui fasilitas tiga bank Himbara.
Adapun Kelompok BUMN tambang di luar PT FI menjadi BUMN dengan nilai ekspor terbesar dengan komoditas seperti aluminium, bauksit, nikel, ferronikel, emas, batubara dan timah. Total nilai ekspornya mencapai US$2.5 miliar. Freeport sendiri bisa menyumbang devisa US$7 miliar.
"Jadi totalnya ada sampai US$9,5 hingga 10 miliar disimpan di domestik dari ekspor, sedangkan untuk impor kita biasanya butuh US$1 miliar," ujarnya.
Dengan nilai ekspor sebesar itu ketiga bank BUMN tersebut telah sepakat untuk membantu kelompok BUMN Tambang dalam memberikan dukungan dan fasilitas perbankan berupa layanan perdagangan dan pembiayaan perdagangan yang memadai dengan tarif yang kompetitif.Kontribusi Freeport Pada kesempatan yang sama Menteri BUMN Rini Soemarno meminta keberadaan tambang raksasa Grasberg yang dikelola PT Freeport Indonesia (PT FI) bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua, khususnya Kabupaten Mimika.
“Itu tanggung jawab bersama Freeport dan PT Inalum. Jadi kita sudah harus meningkatkan program-program untuk masyarakat. Sehingga masyarakat Mimika dan sekitar tambang bisa menjadi mandiri jika sudah tidak ada Freeport lagi,” ujar Rini.
Ia mengingatkan pemberdayaan masyarakat di wilayah pertambangan menjadi tugas berat bersama antara pemerintah dan perusahaan pengelola tambang. Menurutnya, banyak daerah-daerah yang justru tidak berkembang, setelah industri pertambangan di sana tidak lagi beroperasi.
Untuk itu, Rini meminta PT Freeport Indonesia, yang kini 51% sahamnya dimiliki secara gabungan oleh BUMN PT Inalum dan pemerintah daerah Papua, membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dekat lokasi pertambangan. Diharapkan cara itu bisa menggerakkan roda-roda kegiatan ekonomi masyarakat di dekat lokasi tambang.
“Ini merupakan program Presiden Joko Widodo, bagaimana masyarakat di desa dan dekat lokasi tambang itu bisa mendapatkan benefit sebesar-besarnya dari pertumbuhan ekonomi," katanya.
Menurut Rini, tambang emas dan tembaga Freeport ini merupakan salah satu aset terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia. Aset yang dimiliki Indonesia bukan hanya dilihat dari keuntungan dan nilai material. Tetapi juga, dilihat dari cara BUMN atau negara mengelola tambang emas Freeport ini. Untuk itu, para pekerja Indonesia harus bisa menguasai ilmu-ilmu dalam pengelolaan tambang emas secara modern.
"Sehingga ke depan kita harapkan kalau nanti kita harus membuka tambang-tambang yang baru, yang punya kesulitan seperti Grasberg ini, kita sudah dapat melakukannya sendiri," katanya.
Saat ini, sudah 94% dari pendapatan asli daerah di Mimika berasal dari tambang emas dan tembaga tersebut. Rini berharap, kontribusi pengelolaan tambang di Freeport dapat meluas bagi masyarakat Papua.
Adapun secara nasional, menurut data perusahaan, nilai kontribusi Freeport mencapai US$2,2 miliar dalam bentuk pajak, royalti, dividen, dan pembayaran lainnya.
Di kesempatan terpisah, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, lahan untuk membangun smelter telah siap. PT Freeport Indonesia sedang membangun smelter di Gresik yang ditargetkan dapat beroperasi pada 2022.
Saat ini sedang dilakukan finalisasi Front End Engineering Design (FEED). Hingga Februari 2019, progres pembangunan smelter Freeport baru mencapai 3,86%. Namun, persentase itu masih sesuai rencana. Investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian itu sebesar US$2,8 miliar.
Menurut Tony, dalam tahap kurva S (rencana) seperti sekarang ini, proses pembangunan smelter memang belum terlihat signifikan. Namun begitu sudah masuk tahap konstruksi, progresnya akan lebih cepat.
Pembangunan smelter ini amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba). Agar tidak mengekspor bahan mentah, perusahaan tambang diwajibkan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk hasil pertambangan.
Melalui tim pengawasan independen (independent verificator), pemerintah akan mengevaluasi progres pembangunan dalam rentan waktu 6 bulan sekali. Jika tidak mencapai target yang telah ditentukan setiap enam bulan, izin ekspor perusahaan tersebut akan dicabut.
Per akhir 2018, Indonesia secara sah memiliki 51% saham Freeport. Ini setelah BUMN PT Indonesia Asahan Analum (Inalum) menyepakati persetujuan penjualan dan pembelian (Sales Purchase Agreement/SPA) dengan Freeport Mcmoran Inc dan Rio Tinto. Saat ini, menurut data PT FI, kepemilikan PT FI adalah 26,24% milik PT Inalum, 25% PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM) dan 48,76% Freeport McMoran Inc. (Bernadette Aderi)