JAKARTA – Pemerintah telah menunjuk PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sebagai Holding Industri Pertambangan untuk membeli saham divestasi PT Vale Indonesia Tbk (PTVI). Holding tambang yang kini memiliki identitas baru, MIND ID, akan mengambil alih 20% saham milik PTVI.
“Partisipasi MIND ID di perusahaan tambang kelas dunia, seperti Vale Indonesia (Brazil) dan Freeport Indonesia (Amerika), merupakan bukti keberhasilan Indonesia dalam menjaga dan menarik investasi perusahaan global ke industri pertambangan nasional,” ujar Group CEO MIND ID Budi G. Sadikin dalam keterangan tertulis, Senin (14/10).
Mining Industry Indonesia (MIND ID) dan PT Vale Indonesia Tbk (PTVI) bersama dengan para pemegang sahamnya, Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM) pada tanggal 11 Oktober 2019 telah menandatangani perjanjian pendahuluan untuk mengambil alih 20% saham divestasi PTVI kepada peserta Indonesia.
Budi menyatakan penandatanganan perjanjian ini merupakan langkah awal dimulainya kerja sama strategis jangka panjang antara MIND ID dan PTVI. Perjanjian Pendahuluan ini selanjutnya akan diikuti beberapa perjanjian definitif utama.
Langkah ini, kata dia, sesuai dengan mandat MIND ID untuk mengelola cadangan mineral strategis Indonesia dan mendorong hilirisasi industri pertambangan nasional.
Divestasi 20% saham PTVI sendiri, menurut Budi, merupakan kewajiban dari amandemen Kontrak Karya (KK) di tahun 2014 antara PTVI dan pemerintah yang harus dilaksanakan lima tahun setelah amandemen tersebut. KK PTVI akan berakhir di akhir 2025 dan dapat diubah atau diperpanjang menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sesuai peraturan perundang-undangan.
Melalui kepemilikan 20% saham di PT Vale Indonesia Tbk., dan 65% saham di PT Aneka Tambang Tbk., MIND ID memiliki akses terhadap salah satu cadangan dan sumber daya nikel terbesar dan terbaik dunia. Pemegang saham PTVI saat ini antara lain VCL sebesar 58,73%, SMM sebesar 20,09% dan publik sebesar 20,49%.
Ke depannya akses ini dinilai dapat secara strategis mengamankan pasokan bahan baku untuk industri hilir berbasis nikel di Indonesia. Hal itu baik dalam hilirisasi industri nikel menjadi stainless steel, maupun hilirisasi industri nikel menjadi baterai kendaraan listrik.
“Akses ini juga akan mempercepat program hilirisasi industri nikel domestik, yang akan menghasilkan produk hilir dengan nilai ekonomis hingga 4-5 kali lipat lebih tinggi dari produk hulu,” kata dia.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia sebagai salah satu produsen bijih nikel terbesar di dunia, menyatakan akan menghentikan ekspor mulai awal tahun depan. Rencana itu dua tahun lebih awal dari yang semula diindikasikan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Bambang Gatot Ariyono beralasan percepatan dilakukan karena ekspor nikel nasional yang dinilai sudah sangat tinggi saat ini.
Cadangan terkira nikel nasional diperkirakan mencapai 2,8 miliar ton. Hanya saja dari jumlah itu cadangan terbukti nikel nasional yang dapat ditambang hanya sekitar 698 juta ton. Sementara total realisasi ekspor nikel 38 juta ton dari tahun 2017 – semester I 2019.
Dengan kondisi itu, pihaknya berhitung cadangan yang ada hanya akan bertahan 7–8 tahun jika terus diekspor. Padahal untuk menemukan cadangan baru yang dapat ditambang diperlukan penelitian dan eksplorasi lanjutan.
Pertimbangan lainnya adalah mengingat serapan smelter yang sudah besar kapasitasnya sekarang. Sebab dari perhitungan pihaknya, hingga tahun 2022 dari 36 smelter akan mencapai 81 juta ton. Hingga kini ada 11 smelter yang telah siap beroperasi dan 25 smelter yang masih dalam tahap pembangunan. Kesebelas smelter tersebut memiliki kapasitas produksi sebesar 24,1 juta ton.
Asal tahu saja, produksi nikel pada tahun 2017 menurut catatan ESDM mencapai 78 ribu ton. Dengan jumlah produksi itu, World Mining Data 2018 mencatat adanya penurunan sebesar 39,72% dari tahun sebelumnya menjadi 129,60 ton.
Sampai dengan Desember 2018, MIND ID membukukan Pendapatan Konsolidasi sebesar Rp65,2 triliun, tumbuh 38% dari tahun sebelumnya. EBITDA Konsolidasi mencapai Rp18,5 triliun, tumbuh 50% dari tahun sebelumnya. Adapun Laba Bersih Konsolidasi sebesar Rp10,5 triliun atau tumbuh 54% dari tahun 2017. Ekuitas Konsolidasi sebesar Rp74,6 triliun, dengan Debt to Equity Ratio sebesar 1,03X.
Holding Industri Pertambangan resmi dibentuk pada 27 November 2017 dengan menggunakan PT Indonesia Asahan Aluminimum (Persero) sebagai induk perusahaan yang menaungi lima perusahaan industri tambang terbesar di Indonesia yaitu PT Aneka Tambang Tbk., PT Bukit Asam Tbk., PT Timah Tbk., dan PT Freeport Indonesia.
Pada 17 Agustus 2019, Holding Industri Pertambangan bertransformasi menjadi MIND ID (Mining Industry Indonesia) yang memiliki 65% saham PT Aneka Tambang Tbk., 65.02% saham PT Bukit Asam Tbk., 65% saham PT Timah Tbk., dan 51,2% saham PT Freeport Indonesia. (Bernadette Aderi)