ISPA Minta Pemerintah Bantu Antam Atasi Masalah Tumpukan Nikel
Jakarta - Indonesian Smelter & Mineral Processing Association (ISPA) meminta pemerintah membantu PT Antam (persero) Tbk dalam menyelesaikan masalah bijih nikel kadar rendah yang tak terserap di dalam negeri. Pemberian izin ekspor mineral mentah (ore) itu dinilai merusak tatanan yang sudah berjalan.
Ketua ISPA, Raden Sukhyar, mengatakan, bijih nikel Antam menumpuk lantaran pemerintah melarang ekspor mineral mentah sejak Januari 2014 silam.
"Pemerintah jangan hanya melarang tapi juga memberikan solusi terhadap bijih nikel tersebut," kata Sukhyar di Jakarta, Rabu (21/9).
Sukhyar menuturkan, ekspor terbatas bagi bijih nikel itu malah menimbulkan permasalahan baru. Ekspor tersebut membuat investor meragukan komitmen pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri.
"Ekspor ore merusak tatanan harga dunia. Smelter yang sudah berjalan bagus bisa terganggu," ujarnya.
Dikatakannya, salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah yakni menekan besaran royalti FeNi yang diselama ini dipungut sebesar 4 persen. Menurutnya pungutan tersebut lebih tinggi dibandingkan pelaku nikel lainnya.
"Perusahaan lain bayar 2 persen. Royalti Antam ini harus dikaji kembali," ujarnya.
Corporate Secretary Antam, Trenggono Sutioso, sebelumnya mengatakan, produksi nikel setiap tahunnya sebanyak 2 juta ton bijih tertambang. Semenjak 2014 dari jumlah produksi itu maka sekitar 5 juta ton bijih kadar rendah tertambang yang belum dimanfaatkan. Smelter dalam negeri pun tidak menyerap bijih nikel tersebut.