Iklim Investasi Indonesia jadi 'Kiblat' Harga Nikel Dunia
Jakarta, CNN Indonesia - Pergerakan harga nikel dunia sangat sensitif dengan kondisi yang terjadi di Indonesia, termasuk regulasi yang diterbitkan pemerintah. Saat ini, harga nikel mengacu pada harga patokan London Metal Exchange (LME) yang memang dipengaruhi sentimen dari Indonesia dan Filipina.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonatan Handojo menyebut, Indonesia dan Filipina tercatat sebagai dua negara penghasil bijih nikel terbesar di dunia.
Ambil contoh, harga nikel berubah drastis pasca pengumuman pemerintah soal relaksasi ekspor pada September 2016 lalu. Menurutnya, harga nikel dunia langsung turun dari US$12 ribu per metrik ton ke angka US$11 ribu per metrik ton.
Tak sampai disitu, harga nikel kembali melorot ke kisaran US$9 ribu per metrik ton setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 dan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017.
Aturan itu menyebutkan bahwa pemerintah kembali membuka keran ekspor ore nikel, dengan kadar di bawah 1,7 persen. "Masalah harga, memang kabar dari Indonesia ini sangat peka sekali. Setiap ada berita, gejolaknya ada di harga," jelas Jonatan, Kamis (20/7).
Bahkan, sambung dia, tren penurunan harga nikel terus berlanjut dan menyentuh US$8 ribu per metrik ton. Padahal, harga nikel sempat tembus US$18 ribu ton ketika pemerintah dengan tegas melarang ekspor mineral mentah dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Tentu saja, penurunan harga ini berdampak pada pendapatan pengusaha smelter. Saat ini, Harga Pokok Produksi (HPP) nikel yang telah dimurnikan tercatat US$9.600 per ton untuk smelter berteknologi blast furnace.
Selain itu, HPP untuk nikel yang dimurnikan dengan smelter listrik tercatat US$9.900 per ton. Sayang, harga nikel di pasaran sempat menyentuh US$8.600 per ton yang berarti pengusaha mau tak mau terpaksa menelan kerugian.
"Dengan harga seperti tempo hari, jelas semuanya tiarap. Kalau dipaksakan berproduksi, ya gulung tikar," ungkapnya.
Adapun, satu-satunya cara yang bisa meningkatkan kembali harga nikel adalah dengan mencabut Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 dan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017. Kalau harga nikel naik, Jonatan meyakini, investasi smelter kembali menggeliat.
"Obatnya hanya satu, cabut Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 dan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017. Malahan ada yang lebih sakit, ada investasi baru tapi pas mau beroperasi harganya masih belum membaik," pungkasnya. (bir)