a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Iklim Investasi Tambang Kita Bisa Diolok-olok Pebisnis Dunia
PEMERINTAH MAU PERPANJANG RELAKSASI EKSPOR KONSENTRAT

Iklim Investasi Tambang Kita Bisa Diolok-olok Pebisnis Dunia<br>PEMERINTAH MAU PERPANJANG RELAKSASI EKSPOR KONSENTRAT
Pemerintah ingin memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat. Kebijakan tersebut dinilai bentuk inkonsistensi penyelenggaraan hukum. Iklim investasi Indonesia terancam menjadi olokan pebisnis dunia.
Rencana memperpanjang relaksasi ekspor mineral hasil pengelolaan bahan tambang (konsetrat) dimasukkan dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Ba­tubara.

"Relaksasi 3 sampai 5 tahun. Saya lupa persisnya," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Men­teri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan usai rapat di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, kemarin.

Luhut memastikan usulan tersebut bukan untuk mengakomodir kepentingan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Karena, regulasi akan memperhatikan semua kepentingan perusahaan tambang.

Luhut mengatakan, saat ini pihaknya lagi melihat satu per satu perkembangan smelter setiap komoditas untuk menetapkan kebijakan. Menurutnya, perkem­bangan pembangunan smelter berbeda-beda sehingga diperlu­kan respons yang berbeda. Ada smelter yang jumlahnya sudah kelebihan seperti pabrik pengolahan untuk nikel. Ada yang sedang proses dan akan segera selesai seperti smelter untuk zinc dan besi. Sementara, yang paling tidak siap smelter untuk tembaga.

Dengan demikian, Menurut Luhut, yang paling diuntungkan dengan adanya relaksasi tentu perusahaan-perusahaan tambang tembaga. Namun, dia menegas­kan akan berlaku adil terhadap semua perusahaan. "Kita ingin smelter-smelter yang sudah 30 sampai 40 persen diakomodasi juga," jelasnya.

Luhut mengungkapkan, selain relaksasi, dalam usulan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba), pihaknya memasukkan sanksi bagi peru­sahaan yang tidak menjalankan hilirisasi mineral. Hukuman yang dijatuhkan akan lebih keras dan tegas dengan tujuan agar pembangunan smelter benar-benar dilakukan.

Luhut menuturkan, perpanjangan relaksasi ekspor sangat penting diberikan karena relak­sasi ekspor akan berakhir pada Januari 2017.

"Kami berharap revisi Undang-undang Minerba bisa selesai Desember 2016 sehingga relaksasi ekspor konsentrat bisa dilanjutkan," katanya.

Seperti diketahui, relaksasi ekspor konsentrat diberikan sebagai bentuk kelonggaran dari pemerintah karena belum siapnya pembangunan smelter di tanah Air. Kelonggaran itu diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014. Hanya saja kelonggaran itu hanya di­batasi sampai 11 Januari 2017. Pasca 2017 maka hanya peru­sahaan yang sudah melakukan pemurnian saja yang dibolehkan melakukan ekspor.

Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian mempersilakan pemerintah untuk menyampai­kan usulan-usulan. "Pak Luhut tidak bisa mengajukan inisiatif (usulan) sendiri. Nanti baru diperkenankan saat rapat dengan DPR," kata Ramson.

Ramson enggan memberikan pandangannya soal dampak relaksasi ekspor konsentrat ter­hadap iklim investasi.

Wakil Ketua sosiasi Peru­sahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonatan Handojo meminta pemerintah berhati-hati bila ingin memperpanjang relaksasi ekspor. Karena, perpanjangan tersebut bisa merusak iklim investasi. Menurutnya, banyak investor yang berminat dan telah membangun smelter. Ke­percayaan mereka bisa hilang kalau ada relaksasi lagi.

"Perpanjangan dapat dini­lai bentuk ketidakonsistenan dalam hukum. Apakah kita siap diperolok-olokkan dunia internasional, karena Undang- Undang tidak konsisten," kata Jonatan.

Dia menyebutkan sejak 2012, setidaknya sudah ada 27 smelter yang sedang dibangun. Ada memang yang menghentikan kegiatan pembangunan, namun sebagian besar pembangunannya tetap berjalan. ***

Sumber : rmol.co