REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) meminta adanya keringanan dalam menyetorkan dividen kepada negara pada tahun depan. Alasannya, mulai tahun depan Inalum sudah harus membayar pinjaman akusisi saham PT Freeport Indonesia dan melakukan investasi.
Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bunga pinjaman untuk pembelian saham PT Freeport Indonesia diperkirakan kurang lebih sebesar Rp 3,5 triliun per tahun. Beban bunga pinjaman tersebut harus mulai dibayar penuh pada 2019.
Selain itu, perseroan juga membutuhkan pendanaan untuk aktivitas investasi lainnya. "Jadi dividen kami yang diberikan 2018 ini sudah Rp 1,9 triliun. Kami usulkan tahun depan kalau boleh turunkan jadi Rp 1 triliun. Kenapa, karena memang akan mengeluarkan cash sangat banyak untuk akuisisi Freeport 51 persen, dan bunga utangnya sudah mulai keluar," ujar Budi saat melakukan rapat kerja dengan anggota Komisi VI DPR, Kamis (6/9).
Pada tahun depan, lanjut Budi, Inalum juga akan melakukan sejumlah aktivitas investasi yang membutuhkan pendanaan besar. Ia menuturkan, perusahaan diminta untuk membangun smelter alumina, dan empat proyek besar lainnya yang dikerjakan oleh anggota holding tahun depan.
Empat proyek itu di antaranya proyek smelter Antam di Halmahera Timur, proyek PLTU Sumatera Selatan 8 oleh Bukit Asam, PT Timah akan bangun refinery logam baja, dan proyek PTFI yang wajib bangun smelter tembaga. "Jadi ada 4 proyek besar di 2019. Tapi kebijakan ini tergantung Kementerian BUMN berapa yang diputuskan," kata dia.