Industri Smelter Butuh Kepastian Bahan Baku
JAKARTA - Sejak program hilirisasi diberlakukan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), Indonesia kini telah memiliki 27 fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) untuk berbagai komoditas tambang.
Namun, 27 smelter tersebut menanti konsistensi pemerintah dan DPR terutama terkait revisi UU Minerba karena sangat menentukan kesinambungan industri masa mendatang.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (APE3I) Jonatan Handojo menilai, salah satu pertimbangan pelaku usaha smelter adalah ketersediaan pasokan bahan baku. Para pelaku usaha butuh kepastian pasokan bahan baku yang salah satunya ditentukan oleh konsistensi kebijakan larangan ekspor mineral mentah.
”Sejauh ini larangan ekspor mineral mentah sudah bisa diterima oleh Ditjen Minerba. Mereka sudah tidak lagi mengeluarkan kata-kata relaksasi mineral mentah lagi,” tandas Jonathan di Jakarta.
Lebih lanjut Jonathan mengatakan, kebijakan tersebut harus dipertahankan untuk menciptakan kepastian hukum dan iklim usaha. Alasan investor meminta relaksasi karena butuh uang untuk menyelesaikan pembangunan smelter telah dibantah oleh pihaknya.
Karena itu, pengusaha smelter meminta pemerintah dan DPR untuk tetap konsisten menerapkan kebijakan larangan ekspor bahan tambang. ”Kami berharap revisi UU Minerba dilakukan dengan bijak, terutama soal smelter. Perusahaan yang sudah membangun smelter telah menunjukkan komitmennya dan memberi nilai tambah bagi perekonomian Indonesia,” kata dia.
Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto menegaskan komitmen DPR untuk tetap mendukung semangat hilirisasi. Ia bahkan memastikan bahwa kebijakan hilirisasi ini akan semakin diperkuat dalam revisi UU Minerba.
”Nanti akan diperkuat dalam revisi UU Minerba yang sedang kami bahas saat ini,” terangnya.
Sumber : www.okezone.com