a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Industri Tambang dan Energi yang Ramah Lingkungan

INDUSTRY.co.id - Sektor pertambangan Indonesia yaitu telah menyumbang sekitar 11,2% dari nilai ekspor Indonesia dan memberikan kontribusi sekitar 2,8% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Dan juga industri pertambangan mempekerjakan sekitar 37.787 tenaga kerja orang Indonesia, suatu jumlah yang mungkin tidak sedikit.

Namun dari sisi lingkungan hidup, pertambangan dianggap merusak dibanding kegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya alam lainnya. Pertambangan dapat mengubah bentuk bentang alam, merusak dan atau menghilangkan vegetasi, menghasilkan limbah tailing, maupun batuan limbah, serta menguras air tanah dan air permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akan membentuk kubangan raksasa dan hamparan tanah gersang yang bersifat asam.

Apalagi seiring isu dalam dunia pertambangan di Indonesia mengenai pentingnya peningkatan nilai tambah bagi sektor pertambangan. Apalagi dengan deras setelah terbitnya Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Maka untuk menyeimbangkan isu peningkatan nilai itu, penting juga isu pertambangan yang harmonis dan tidak merusak lingkungan di sisi lain soal pelestarian lingkungan untuk dikembangkan dan diimplementasikan oleh para pelaku industri ini.

Isu pertambahan nilai itu misalnya dalam Pasal 102 UU Minerba ini yang mengamanatkan bahwa: “Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib meningkatkan nilai tambah sumberdaya mineral dan/atau batubara pelaksanaan penambangan, pengelolaan, dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.”

Atau dalam Pasal 103 ayat (1) UU Minerba tersebut juga tertulis bahwa: “Pemegang IUP dan IUPK operasi produksi wajib melakukan pengelolaan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.” Pasal 170 UU yang sama menambahkan bahwa: “Pemegang Kontrak Karya sebagaimana dimaksud Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.”

Sangat dipahami bahwa mengolah bahan-bahan tambang seperti mineral, batubara, dan batuan di dalam negeri akan memberikan nilai tambah bagi percepatan kemajuan bangsa dan negara. Karena dengan adanya industri pengolahan di dalam negeri seperti industri peleburan logam (smelter), industri mineral dan industri pengolahan peningkatan kualitas batubara (upgrading brown coal) akan dapat menciptakan begitu banyak lapangan kerja, objek pajak baru, dan berkurangnya ketergantungan industri di dalam negeri terhadap bahan-bahan impor.

Sehingga ketahanan ekonomi nasional secara keseluruhan akan meningkat. Tetapi perlu diwaspadai bahwa pendirian industri-industri itu akan berimplikasi pada lingkungan. Hal ini perlu dipertimbangkan secara matang khususnya bagi Aceh, jangan hanya mengejar target pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) semata dengan mengorbankan lingkungan yang rusak dan mewariskan persoalan bagi anak cucu kita.

Sehingga sangat penting Teknik Pertambangan membuat suatu rekayasa yang melibatkan praktik, teori, Ilmu Alam, teknologi dan terapannya dalam usaha mengambil dan memeroses sumber daya alam (SDA) bagi kesejahteraan manusia, dengan tetap peduli pada lingkungan. Disiplin ilmu pertambangan ini, secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua kegiatan yang berbeda, yakni aktivitas eksplorasi dan aktivitas eksploitasi.

Kegiatan eksplorasi berhubungan dengan cara-cara menemukan dan menganalisis kelayakan tambang. Sedangkan aktivitas eksploitasi adalah tahap lanjutan setelah sumber daya pertambangan dinilai layak secara ekonomis dan lingkungan untuk dimanfaatkan. Kegiatan ini meliputi penentuan teknik penggalian, perencanaan, pengolahan dan pengontrolannya.

Saat ini dalam skala internasional, ilmu rekayasa pertambangan telah berkembang sangat pesat sejalan dengan semakin banyaknya riset dan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang ini. Tetapi dalam konteks dan lingkup tertentu tetap diperlukan terobosan-terobosan baru, karena pada kenyataannya trend kemajuan sebuah ilmu pengetahuan dan teknologi secara global selalu terdistribusi tidak merata, seperti yang terlihat dengan adanya dominasi pengembangan dan pemanfaatan teknologi ini oleh segelintir negara atau korporasi besar.

Sebuah studi pada 2005 di Australia menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 milyar ton gas polutan udara bersumber dari industri-industri pengolahan logam saja. Sehingga, isu peningkatan nilai tambah sektor pertambangan itu dengan secara tidak langsung akan memicu munculnya sumber-sumber pencemar baru. Ditambah pula, data dari Departemen Kehutanan Indonesia 2009 memperlihatkan bahwa luas areal konsesi usaha pertambangan di lahan hutan mencapai 2 juta hektare. Dengan demikian, kawasan hutan yang diharapkan akan mampu meredam laju polusi semakin mengecil.

Kebijakan dan fakta tersebut diatas jika tidak diikuti dengan upaya-upaya menyeluruh dari berbagai kalangan akan berakibat fatal dalam jangka panjang. Konstelasi keilmuan yang diharapkan akan terbentuk dalam program studi tersebut adalah penguasaan secara komprehensif berbagai aspek dan teknik kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan masa kini, termasuk implikasi kegiatan-kegiatan pertambangan itu terhadap lingkungan sekitarnya.

Pertambangan berbasis ramah lingkungan adalah pertambangan yang dengan teknologi dan ilmu rekayasanya dapat menekan sekecil mungkin polusi udara, tanah dan air, dan juga limbah beracun di mana operasi pertambangan itu sendiri, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga para pekerjanya selalu dalam keadaan yang aman.