Industri baja butuh investasi US$ 14 miliar hingga 2025 untuk bangun smelter
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan produk baja diprediksi terus meningkat. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, industri lokal harus berbenah agar dapat menyerap permintaan pasar. Menurut Kementerian Perindustrian (Kemperin) setidaknya dibutuhkan total investasi di industri baja senilai US$ 14 miliar (Rp 174,74 triliun) hingga 2025.
Investasi itu dibutuhkan untuk membangun fasilitas smelter industri besi baja dengan total kapasitas 14 juta ton. “Kebutuhan crude steel (baja kasar) dalam 10 tahun ke depan naik hampir dua kali lipat menjadi 19,12 juta ton. Untuk memenuhi permintaan tersebut, dibutuhkan investasi untuk pembangunan smelter baru dengan nilai total US$ 14 miliar,” kata Andi Rizaldi, Kepala Sub Direktorat Industri Logam Non-Fero Kemperin dalam rilis media yang diterima Kontan.co.id, Senin (21/5).
Andi mengungkapkan, peningkatan kapasitas produksi besi baja akan dilakukan secara bertahap. Pada 2015, pabrik milik PT Krakatau Posco direncanakan mulai berproduksi dengan kapasitas 3 juta ton crude steel. Selain itu, akan ada peningkatan kapasitas produksi dari pabrik milik PT Krakatau Steel sebesar 1 juta ton crude steel. Dua tambahan ini akan meningkatkan kapasitas produksi domestik menjadi 10,84 juta ton.
Pada 2020, kata Andi, bakal ada penambahan kapasitas sebesar 4 juta ton. Tambahan kapasitas ini berasal dari perluasan pabrik Krakatau Posco tahap II (3 juta ton) dan pengolahan produk yang dihasilkan PT Jogja Magasa Iron (1 juta ton).
“Tahun 2025, ditargetkan tambahan produksi 6 juta ton untuk memenuhi kebutuhan crude steel yang diperkirakan mencapai 19,12 juta ton,” ujar dia. Kemperin meminta produsen besi baja untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri dalam memenuhi permintaan baja di pasar dalam negeri.
Setidaknya, dibutuhkan bahan baku bijih besi sebanyak 250 juta ton dan pasir besi sebesar 110 juta ton untuk memenuhi permintaan produk besi baja pada 2025. “Sementara itu, total kebutuhan energi untuk membangun fasilitas smelter industri besi baja dengan total kapasitas 14 juta ton pada 2025 adalah sebesar 1.174 megawatt,” terang Andi.
Menurut Andi, industri besi baja di Indonesia masih menjanjikan pertumbuhan yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari konsumsi baja per kapita yang masih rendah.
Hal senada diungkapkan Bimakarsa Wijaya, Vice President Head of Market Research & Development PT Krakatau Steel Tbk. “Pada 2013, konsumsi baja Indonesia hanya 52 kilogram (kg) per kapita, jauh di bawah Thailand yang sebanyak 253 kg per kapita, Malaysia 330 kg per kapita, dan Singapura 879 kg per kapita,” ujarnya dalam rilis media yang sama.
Menurut Bimakarsa, kebutuhan baja nasional akan terus meningkat, dan ketergantungan terhadap produk impor juga semakin tinggi. Industri baja domestik harus tumbuh dan berkembang agar ketergantungan terhadap produk impor dapat dikurangi. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, nilai impor produk besi baja pada 2013 mencapai US$ 12,59 miliar, lebih tinggi dari nilai ekspor yang hanya US$ 1,91 miliar.
Sementara itu, utilisasi industri ini masih cukup rendah, di kisaran 68%. Tercatat, jumlah perusahaan besi baja yang beroperasi di Indonesia pada 2013 sebanyak 352 perusahaan, dengan jumlah tenaga kerja 114.596 orang. Industri ini mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi pada 2013, yakni sebanyak 10,74%. Total investasi yang masuk pada 2013 sebesar Rp 55,8 triliun. Sebanyak US$ 3,57 miliar dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) dan Rp 21,89 triliun berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN).