IndustriALL Global Union desak pemerintah&Freeport
JAKARTA. IndustriALL Global Union atau serikat pekerja internasional meminta pemerintah Indonesia untuk mengembalikan ribuan pekerja yang mogok di tambang Grasberg Freeport-McMoRan Inc. IndustriALL Global Union juga mendukung pekerja yang mogok di Grasberg, tambang tembaga terbesar kedua di dunia, dan pabrik peleburan yang dimiliki dan dioperasikan oleh Freeport dan Mitsubishi Materials.
"Kami akan menuntut agar pemerintah menjunjung standar ketenagakerjaan mendasar," kata Asisten Sekretaris Jenderal IndustriALL, Kemal Özkan dalam sebuah email kepada Reuters, Kamis (3/8).
IndustriALL mewakili 50 juta pekerja di 140 negara di seluruh dunia dan sebelumnya telah bekerja untuk menyoroti masalah keselamatan dan pembayaran di industri garmen Asia Tenggara.
Sebelumnya, PT Freeport Indonesia terus melakukan pemutusan hubungan kerja. Sampai akhir bulan Juli ini jumlah karyawan yang dipecat mencapai 3.200-an karyawan. "Mogok masih berlangsung sampai saat ini. Yang dianggap mengundurkan diri sekitar 3.200 karyawan," kata Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama, kepada KONTAN, Senin (24/7).
Riza bilang, sekitar 3.200 karyawan yang dinyatakan mengundurkan diri itu lantaran mereka tidak masuk kerja tanpa keterangan jelas.
Ia bilang, bahwa manajemen sudah melakukan negosiasi dan meminta mereka kembali bekerja. Namun himbauan itu tidak dihiraukan sehingga dia anggap mengundurkan diri. "Sejauh ini produksi kita masih normal," tandasnya.
Sementara mengacu data Kementerian ESDM per 23 Juli ini, produksi Freeport terus menurun. Dari total produksi ore yang dikirim ke Mill Stockpile 158.422 ton per hari menjadi 144.952 ton per hari.
"Total ore yang digiling di Mill 154.791 ton per hari dari rencana 158.428 ton ore per hari," terang Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Susigit.
Bambang memaparkan salah satu penyebab penurunan produksi yang dilaporkan Freeport Indonesia kepada pemerintah akibat adanya aksi pemogokan kerja karyawan yang akhirnya berujung pada PHK.
Pemerintah, kata Bambang, telah berupaya menyelesaikan hubungan antara karyawan dan Freeport Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industri (PHI) Kementerian Tenaga Kerja. Namun, ternyata belum mencapai titik temu yang bisa disepakati kedua pihak.
Menurut Bambang, PHK sebenarnya bukan merupakan keinginan Freeport, namun ketidakhadiran para pekerja dianggap sebagai mengundurkan diri karena sesuai dengan perjanjian yang disepakati dalam kontrak kerja antara karyawan dan perusahaan.