Ini Respons Pemilik Smelter soal Harus Beli Listrik ke PLN
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengirimkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia untuk membantu kinerja operasional dan keuangan PT PLN (Persero).
Erick meminta kedua institusi pemerintah tersebut agar mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PLN, seperti membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power. Hal ini menurutnya dikarenakan saat ini terdapat kelebihan pasokan listrik, terutama di sistem Jawa-Bali.
Captive power merupakan kondisi di mana sebuah perusahaan mengelola dan menyediakan sumber pasokan listrik sendiri, di luar pasokan dari PLN.
Lantas, bagaimana tanggapan sejumlah perusahaan yang telah memiliki sumber pasokan listrik tersendiri? Khususnya perusahaan smelter yang selama ini memiliki pembangkit listrik sendiri untuk memenuhi kebutuhan listrik smelter perusahaan.
Menanggapi hal ini, Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan tentu saja pelaku usaha harus mengkaji baik-baik hal ini karena ini terkait dengan ketersediaan infrastruktur dan juga pasokan listrik yang dapat diandalkan dalam jangka panjang.
Menurutnya, ini bakal menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan yang sudah berinvestasi membangun pembangkit listrik sendiri serta sudah masuk ke tahap operasional.
"Bagi perusahaan yang sudah berinvestasi membangun pembangkit listrik sendiri dan sudah dalam tahap operasional, maka akan ada tantangan sendiri," paparnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (02/10/2020).
Sementara itu, bagi perusahaan yang sedang membangun smelter, menurutnya kemungkinan kebijakan ini akan memberikan opsi energi yang baik. Hal ini dikarenakan ongkos dalam membangun tidak murah.
Baca: Di Balik Surat Erick ke Arifin Soal Kondisi PLN "Untuk perusahaan yang sedang membangun smelter, maka kebijakan tersebut mungkin akan memberikan opsi energi yang baik karena biaya kapital untuk membangun pembangkit listrik tidak kecil dan kalau ada grid yang siap pakai barangkali akan menambah keokonomian proyek," jelasnya.
Sementara itu, PT Indonesia Morowali Industrial Park, selaku perusahaan pengelola kawasan industri smelter nikel di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah menuturkan awal mula perusahaan memiliki captive power atau membangun pembangkit listrik sendiri karena saat awal perusahaan ingin mendirikan kawasan industri ini pihak PLN menyatakan tidak mampu memenuhi pasokan listrik kawasan industri ini.
CEO PT IMIP Alexander Barus mengatakan pada 2013 perusahaan telah meminta PLN untuk memasok listrik ke kawasan IMIP tapi PLN pada waktu itu tidak dapat penuhi karena ketersediaan sumber belum cukup dan tidak ada transmisi tegangan tinggi ke Morowali.
"Akhirnya IMIP membangun PLTU sendiri untuk kebutuhan listriknya (captive power)," tuturnya.
Dalam surat Menteri BUMN kepada Kepala BKPM tersebut, Erick meminta agar Kepala BKPM mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PLN, seperti membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power. Hal ini menurutnya dikarenakan saat ini terdapat kelebihan pasokan listrik, terutama di sistem Jawa-Bali.
Erick pun mengatakan bahwa PLN berkomitmen untuk menyediakan kebutuhan tenaga listrik yang handal dengan tarif kompetitif bagi pelaku usaha.
Sebelumnya, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan pasokan listrik dari PLN sudang sangat memadai untuk memasok pelanggan captive power. Terlebih di tengah kondisi pandemi Covid-19 di mana permintaan listrik menurun, sehingga pasokan listrik masih surplus.
"Itu untuk efisiensi nasional dan juga pelanggan. Pemerintah sudah menugaskan PLN untuk program 35 GW. Saat ini pasokan sudah sangat memadai," ungkapnya.
Jika kebutuhan listrik sudah dipenuhi oleh PLN, menurutnya pengusaha akan fokus pada bidang bisnisnya yang sudah menjadi menjadi keahliannya.