Tahun 2019 merupakan tahun ke-5 pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Pemerintahan Jokowi-JK menitikberatkan pada kebijakan dan upaya mengatasi tantangan disparitas pendapatan antar golongan masyarakat dan disparitas wilayah serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, pemerintah memfokuskan pada program untuk menambah stok infrastruktur, memperkuat perlindungan sosial, dan perbaikan pelayanan infrastruktur bagi publik, khususnya infrastruktur transportasi, logistik dan pengairan. Selama empat tahun ini terdapat peningkatan ketiga jenis infrastruktur tersebut yang berdampak pada meningkatnya konektivitas, akses air bersih dan sanitasi.
Namun tercatat, pembangunan infrastruktur energi relatif tertinggal. Pembangunan pembangkit listrik 35 GW yang menjadi program utama di awal pemerintah Jokowi berjalan lambat.
Pertumbuhan ekonomi di bawah target RPJMN. Realisasi pertumbuhan listrik yang mengalami kontraksi sejak 2014 menyebabkan penyelesaian proyek 35 GW ditunda penyelesaiannya hingga 2023-2024. Pembangunan kilang minyak untuk mendorong produksi BBM hingga mencapai kapasitas 2.0 juta bph juga berjalan lambat dan tidak sesuai target. Pembangunan infrastruktur gas nasional antara lain FSRU, terminal LNG, jaringan pipa gas, dan SPBG tidak berjalan sesuai rencana.
Walaupun demikian, di era Jokowi-JK juga terjadi kemajuan yang cukup berarti di sektor energi. Pemerintahan Jokowi-JK memfokuskan pada upaya peningkatan akses energi bagi masyarakat di Kawasan Timur Indonesia dan daerah-daerah terpencil. Sebagai hasilnya tingkat rasio elektrifikasi nasional meningkat dengan pesat, jumlah desa berlistrik hampir mencapai 100%, kualitas pasokan dan kehandalan listrik di seluruh wilayah membaik, dan tarif dasar listrik terkendali.
Demikian juga pasokan dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) berhasil menjangkau seluruh nusantara secara merata. Harga BBM relatif terkendali walaupun harga minyak dunia bergejolak.
BBM juga dapat dinikmati dengan harga yang seragam di daerah-daerah terpencil dan terpelosok dengan kebijakan satu harga, walaupun pasokan tidak sepenuhnya stabil. Sejak September 2018, kebijakan B20 mulai berjalan dan selama tiga bulan berhasil mensubstitusi 1,6 juta kiloliter minyak diesel dan mengurangi impor BBM. Di sisi hulu migas, Reserve Replacement Ratio (RRR) mencapai 105% pada akhir 2018 dari 5 persetujuan Plan of Development (POD) migas.
Untuk sektor pertambangan, pemantauan dan pengawasan kegiatan produksi mineral diharapkan menjadi lebih baik dengan Minerba Online Monitoring System (MOMS). Pengolahan hilir minerba juga diharapkan membaik dengan pembangunan sembilan smelter baru sejak 2015 hingga 2018. PT Inalum juga berhasil melakukan akuisisi 51% saham Freeport Indonesia dan mendapatkan kontrol terhadap pengelolaan tambang yang dikuasai oleh Freeport McMoran selama hampir 50 tahun.
Berbagai keberhasilan pemerintah Jokowi-JK yang dicapai dalam empat tahun terakhir masih menyisakan berbagai tantangan dan pekerjaan rumah yang tersisa, baik di sektor migas, minerba, listrik dan energi terbarukan.
Salah satu tantangan terbesar adalah intepretasi dan pengejawantahan slogan “energi berkeadilan” yang hasilnya justru melemahkan melumpuhkan usaha-usaha penguatan pasokan energi di hulu, baik migas maupun kelistrikan, serta memperburuk iklim investasi. Oleh karena itu perlu intepretasi yang lebih cerdas terhadap penerapan slogan tersebut melalui dukungan kebijakan dan regulasi serta strategi yang lebih cost-effective, dan memberikan dukungan iklim usaha yang positif dalam jangka panjang.
Dalam hal penyediaan BBM, salah satu cara adalah merealisasikan pembangunan dan operasionalisasi kilang-kilang mini di berbagai daerah pelosok Indonesia yang mempunyai atau dekat dengan area sumberdaya/cadangan minyak bumi tanpa harus menargetkan bagian negara dari pengusahaan tersebut yang selama ini menghambat pelaksanaannya. Dengan demikian harga BBM di pelosok-pelosok itu akan lebih murah atau relatif sama dengan yang ada di pulau Jawa karena pasokan dari kilang-kilang mini terdekatnya.
Dalam bidang kelistrikan, diperlukan kombinasi solusi pembangunan sistem on-grid dan off-grid berdasarkan keekonomian dan pemanfaatan energi terbarukan setempat (surya, angin, biomassa) dengan teknologi terkini untuk penyediaan listrik. Hal ini menjadi solusi, sekaligus dapat menekan konsumsi bahan bakar minyak serta meningkatkan kehandalan pasokan listrik yang lebih berkualitas.
Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) berpandangan, berbagai tantangan dan pekerjaan rumah tersebut perlu mendapatkan prioritas untuk diselesaikan di 2019 dan sesudahnya dalam rangka membangun energi dan pertambangan Indonesia yang berdaulat, berdaya saing, berkelanjutan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berbagai pekerjaan rumah tersebut antara lain:
SEKTOR MIGAS
1. RUU Migas dan RUU Minerba adalah pekerjaan rumah yang belum dituntaskan oleh DPR dan pemerintah. Kedua RUU ini telah berkali-kali masuk dalam Prolegnas tapi tidak kunjung diselesaikan. RUU Migas mulai disusun sejak 2006 tetapi pembahasannya selalu mandek dan hingga akhir 2018 ini pembahasan resmi antara pemerintah dan DPR belum dilakukan. Demikian juga RUU Minerba yang telah dibahas sejak 2015 tapi belum dibahas resmi antara pemerintah dan DPR. DPR dan pemerintah secara bersama-sama perlu memperkuat komitmen politik dan bekerja keras untuk menyelesaikan kedua RUU tersebut dengan memperhatikan pandangan dan masukan dari masyarakat dan para pemangku kepentingan.