Investor China Gelontorkan Rp10 Triliun Kembangkan Industri Smelter Nusantara
KENDARI - Sektor industri peleburan logam atau smelter nusantara kembali mendapat suntikan dana segar tahun ini. Terbaru, investor China berhasil digaet oleh PT Ceria Nugraha Indotama (PT Ceria) untuk menanamkan modal pembangunan industri smelter feronikel, pembangkit listrik dan sarana pendukung strategis senilai sampai Rp10 triliun pada sektor pertambangan di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
"Kesepakatan kerja sama akan ditindaklanjuti dengan perjanjian rekayasa, pengadaan dan konstruksi pada Desember 2018 sehingga awal 2019 pekerjaan pabrik sudah bisa berjalan," kata Direktur Utama PT Ceria Nugraha Indotama, Derian Sakmiwata, seperti dilansir Antara, Jumat (2/11).
Lebih lanjut menurut Derian, investasi ini datang dari dua perusahaan China, WSDRI Engineering dan ENFI Engineering. Keduanya memiliki kemampuan teknis dan pengalaman dalam membangun smelter dan pembangkit listrik.
Tidak hanya itu, sebagai perusahaan rekayasa internasional dari China, dengan spesialisasi pada industri peleburan, energi dan perkotaan, WISDRI Engineering & Research Incorporation Limited telah memiliki pengalaman proyek di berbagai negara di dunia. Termasuk pengembangan smelter dan pembangkit listrik di Morowali, Sulawesi Tengah.
Sementara China ENFI Engineering Corporation adalah perusahaan rekayasa internasional dengan spesialisasi integrasi proyek, energi baru dan pembangunan sumberdaya dengan pengalaman internasional termasuk pembangunan smelter dengan teknologi rotary kiln electric furnace (RKEF) di Myanmar. Oleh karena itu menurut Derian, pihaknya percaya bahwa kedua perusahaan ini dapat menyelesaikan proyek pembangunan smelter sesuai targetnya.
"Kami percaya dengan menggandeng kedua perusahaan ini dapat menyelesaikan proyek pembangunan smelter dengan investasi Rp10 triliun sesuai dengan jadwal yang ditetapkan pemerintah," kata Derian didampingi Hubungan Eksternal, PT Ceria Kenny Rochlim.
Sebagai informasi tambahan PT Ceria sendiri merupakan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dengan wilayah kerja tambang nikel dan pembangunan smelter di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara yang berstatus 100% perusahaan nasional.
Hingga kini setidaknya Ceria telah membangun smelter feronikel untuk bahan baku galvanise dan baja nirkarat. Rencananya perusahaan ini juga akan membangun pengolahan nikel kobalt untuk bahan baku baterei isi ulang.
"Ceria memiliki komitmen menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan turut berkontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi kemasyarakatan melalui penerimaan tenaga kerja dan pengembangan bisnis lokal, program pembangunan masyarakat serta pembayaran pajak dan non-pajak kepada pemerintah," ujar Derian.
Menurut Kenny, PT Ceria yang memulai produksi Oktober 2017 sampai dengan Juni 2018 telah membayarkan pajak dan non-pajak kepada negara sebesar Rp112 miliar. Selain itu, perusahaan juga memiliki program CSR bagi masyarakat.
Sejak awal tahun lalu investasi di sektor industri smelter di tanah air memang terus digalakkan pemerintah. Langkah ini dilakukan sebagai upaya implementasi kebijakan hilirisasi industri. Kebijakan ini harapannya dapat berpengaruh terhadap perekonomian nasional, dari peningkatan nilai tambah bahan baku hingga penyerapan tenaga kerja lokal serta penerimaan devisa hasil ekspor.
Berdasarkan siaran pers kementerian pemerintah awal tahun 2018 lalu tercatat US$3 miliar investasi mengalir ke sektor industri pengolahan dan pemurnian logam tersebut. Lebih rinci, investasi itu masuk ke PT Fajar Bhakti Nusantara di Gebe Papua Barat untuk pabrik nickel pig iron yang mencapai US$350 juta. Sementara senilai US$2,5 miliar berasal dari perusahaan asal China, Virtue Dragon berinvestasi untuk pabrik ferronickel di Konawe, Sulawesi Tenggara. Keduanya melakukan ekspansi atau perluasan pabrik. (Bernadette Aderi)