Jokowi Ingin Wujudkan Indonesia Sentris, Pengembangan Kawasan Industri Dipaksa Merata
JAKARTA – Pengembangan kawasan industri terus dilakukan secara merata, khususnya di luar pulau Jawa. Upaya strategis ini salah satunya untuk mengakselerasi pemerataan pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sentris.
“Kawasan industri khususnya di luar Jawa sudah mulai tumbuh sesuai semangat Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK untuk menyebarluaskan pertumbuhan industri hingga ke pelosok daerah,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan di Jakarta.
Putu mengatakan, sebanyak 10 kawasan industri ditargetkan terbangun hingga tahun 2019 sesuai program Nawacita. Namun, saat ini 10 kawasan industri baru sudah beroperasi. Bahkan, ada tiga tambahan kawasan industri yang menyusul akan selesai pembangunannya pada tahun 2018.
“Tiga kawasan industri baru yang akan beroperasi tahun ini, yaitu kawasan industri Lhokseumawe di Aceh, kawasan industri Wilmar di Serang, dan kawasan industri Tanjung Buton di Riau. Jadi, tahun 2018 ada 13 kawasan,” ungkapnya. Tahun 2019 juga ditargetkan lima kawasan industri yang bakal dibangun.
Dengan demikian, target pemerintah sudah tercapai. Sehingga, pada 2019 sudah terdapat 18 kawasan industri baru yang beroperasi. Saat ini, Kemenperin juga fokus untuk menarik para pelaku industri agar menanamkan modalnya di sejumlah kawasan industri tersebut. “Kalau hanya kawasan saja, tidak ada isinya, buat apa? Untuk itu, investasi industri yang harus juga kami dorong,” lanjutnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pihaknya telah memfasilitasi pembangunan kawasan industri terpadu dengan fasilitas-fasilitas penunjang guna memudahkan para investor dalam mengembangkan bisnisnya di Tanah Air.
“Pembangunan kawasan industri juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dalam negeri serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya. Apalagi, aktivitas industri membawa efek positif yang luas, seperti peningkatan pada nilai tambah bahan baku, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa.
Menteri Airlangga menyebutkan, pada tahun 2018, ditargetkan nilai investasi yang bisa ditarik dari 13 kawasan industri akan mencapai Rp250,7 triliun. Ke-13 kawasan industri (KI) tersebut, yaitu KI Morowali, Sulawesi Tengah, KI atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara, KI Bantaeng, Sulawesi Selatan, KI JIIPE Gresik, Jawa Timur, KI Kendal, Jawa Tengah, dan KI Wilmar Serang, Banten.
Selanjutnya, KI Dumai, Riau, KI Konawe, Sulawesi Tenggara, KI/KEK Palu, Sulawesi Tengah, KI/KEK Bitung, Sulawesi Utara, KI Ketapang, Kalimantan Barat, KI/KEK Lhokseumawe, Aceh, dan KI Tanjung Buton, Riau. “Pemerintah telah memberikan kemudahan berinvestasi di dalam kawasan industri, antara lain melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal serta pembentukan satgas untuk penyediaan gas, listrik, air, SDM, lahan, tata ruang, dan lain-lain,” jelasnya.
Topang Tiga Kawasan
Di samping itu, tahun 2018, Kemenperin juga menyiapkan anggaran sebesar Rp140,75 miliar untuk menunjang pengembangan tiga kawasan industri di luar Jawa, yaitu kawasan industri Sei Mangkei, Sumatera Utara, kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, dan kawasasn industri Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Pengembangan yang akan dilakukan, antara lain untuk perluasan lahan dan peningkatan keperluan operasional kawasan industri. Termasuk pula pembagunan infrastruktur, menyiapkan ketersediaan SDM, hingga peningkatan investasi. “Upaya tersebut dilakukan guna memperbaiki iklim investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan baru,” kata Menperin.
Kawasan Industri Sei Mangkei, Sumatera Utara, ditargetkan mampu menarik investasi sebesar Rp129 triliun di atas lahan seluas 1.933 hektar yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 83.300 orang hingga tahun 2031. Pengembangan kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ini difokuskan untuk hilirisasi kelapa sawit, karet, dan aneka industri.
Dari luas area kawasan tersebut, pembagiannya untuk zona industri sebesar 70 persen, zona logistik 15 persen, dan sisanya untuk sektor pariwisata. Terdapat satu industri yang telah beroperasi, yaitu PT Unilever Oleochemical Indonesia dengan nilai investasi Rp3,35 triliun.
Selain itu, ada tiga perusahaan lain yang akan mengisi kawasan tersebut. Pertama, PT Industri Nabati Lestari dengan investasi Rp 1 triliun dan ditargetkan beroperasi April 2018. Kedua, PT Alternative Protein Indonesia yang akan membangun insect bio reactor atau pengolahan ekstrasi protein serangga (IBR) untuk makanan ternak, dengan investasi sebesar Rp5,7 triliun.
Dan, ketiga, PT Pertamina yang akan membangun pembangkit tenaga listrik biogas berkapasitas 1,6 megawatt dengan nilai investasi Rp53 miliar. Kemenperin dan PTPN III ikut memfasilitasi pembangunan infrastruktur, antara lain jalan poros, dryport, dan jalur kereta api sepanjang 3,9 KM.
Untuk kawasan industri Morowali, saat ini total realisasi investasi mencapai USD6 miliar dengan luas lahan 2.300 hektar. Sebagian besar diisi oleh pabrik smelter berbasis nikel dengan menyerap tenaga kerja lebih dari 10 ribu orang.
Pembangunan kawasan industri Morowali menjadi salah satu upaya percepatan pengembangan proyek industri logam di Tanah Air, seperti industri berbasis nikel dan baja tahan karat atau stainless steel. Kawasan ini diharapkan dapat menghasilkan 4 juta ton baja stainless steel dan pabrik baja karbon berkapasitas 3,5 juta ton per tahun.
Kawasan industri tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Morowali rata-rata mencapai 29 persen selama tahun 2010-2016. Bahkan, Kemenperin telah memfasilitasi pembangunan Politeknik Industri Logam Morowali yang akan menjadi pusat inovasi teknologi dan pengembangan produk berbasis nikel.
“Sekolah tinggi vokasi ini merupakan salah satu best practice dalam pelaksanaan pendidikan yang mengusung konsep link and match dengan dunia industri,” tutur Menperin. Politeknik seluas 30 hektar ini dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan penelitian lengkap. Misalnya, ruang kelas, laboratorium, bengkel kerja, pusat inovasi, gedung direktorat, dan perpustakaan.
Sedangkan, kawasan Industri Bantaeng yang memiliki luas 3.000 hektar, diperkirakan menarik investasi sebesar USD5 miliar, dengan Harbour Group bertindak sebagai investor. Selanjutnya, Kemenperin telah selesai membangun Akademi Komunitas Industri Manufaktur untuk industri logam di kawasan tersebut.