a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Jokowi Pertimbangkan Larang Ekspor Bauksit

Jokowi Pertimbangkan Larang Ekspor Bauksit
Jakarta: Presiden Joko Widodo tak gentar menghadapi gugatan Uni Eropa terkait kebijakan larangan ekspor mineral mentah, khususnya nikel. Gugatan itu dilayangkan Komisi Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Ngapain kita takut. Barang-barang kita, nikel-nikel kita, mau kita ekspor, mau enggak, suka-suka kita. Ya ndak?" kata Jokowi di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.

Jokowi berencana mengatur larangan ekspor mineral mentah mulai dari nikel hingga bauksit. Larangan itu akan diterbitkan setelah defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan Indonesia membaik.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


"Sama, ini satu-satu. Nikel dulu, nanti kita siap, bauksit setop. Enggak sekarang lah, kita atur," jelas Jokowi.

Kebijakan itu diambil untuk mendongkrak nilai tambah produk ekspor dalam negeri. Meski banyak industri luar negeri yang bergantung dengan mineral mentah Indonesia.

"Kalau semua defisit kita sudah beres, siapapun gugat, kita hadapi," kata dia.

Pemerintah mempercepat larangan ekspor nikel ore kadar rendah dari 1 Januari 2022 menjadi 1 Januari 2020. Artinya, batas waktu perusahaan bisa mengekspor nikel mentah hingga 31 Desember 2019.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, percepatan larangan ekspor dilatarbelakangi tiga alasan kuat. Pertama melihat jumlah cadangan dan rekomendasi ekspor yang sudah sangat besar. Cadangan terbukti mencapai hampir 698 juta ton dan cadangan terkira 2,8 miliar ton.

Selain itu, rekomendasi ekspor yang telah diberikan sejak 2017 hingga Juli 2019 mencapai 76 juta ton dan realisasinya sebesar 38 juta ton.

Kedua, kemajuan teknologi diyakini dapat mengolah nikel kadar rendah menjadi komponen berguna untuk membangun baterai. Hal ini dilakukan untuk mendukung percepatan pengembangan mobil listrik.

Ketiga, pembangunan fasilitas pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) dinilai sudah cukup banyak. Bambang menyebutkan, ada 36 smelter nikel. Dari jumlah tersebut 11 smelter telah beroperasi dan 25 lainnya masih progres pembangunan.

Berdasarkan data UN Comtrade, Indonesia terakhir kali mengekspor bijih nikel dengan kode harmonized system (HS) 2604 ke Uni Eropa (UE) pada 2014. Ekspor Indonesia ke blok negara Eropa mencapai 38.335 ton. Namun, sejak 2015-2018 Indonesia tidak mengekspor bijih nikel ke UE.