Jokowi ingin stop ekspor batubara mentah, begini realisasi ekspor lima tahun terakhir
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menagih percepatan nilai tambah batubara. Hilirisasi ini dinilai perlu untuk mendongkrak pemanfaatan batubara di dalam negeri. Dengan begitu, Presiden Jokowi ingin agar ekspor batubara sebagai komoditas mentah bisa segera dihentikan.
"Saya ingin agar dicarikan solusi untuk mengatasi kelambanan pengembangan industri turunan batubara ini. Karena kita sudah lama sekali, mengekspor batubara mentah, sehingga saya kira memang harus segera diakhiri," tegas Jokowi dalam Rapat Terbatas Percepatan peningkatan nilai tambah batubara pada Jumat (23/10).
Bersama dengan sawit, selama ini batubara telah menjadi komoditas andalan yang menjadi tumpuan utama Indonesia dalam mengeduk devisa. Ekspor batubara pun terus digenjot, bahkan 75% dari produksi batubara nasional selalu dijual ke luar neferi
Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dalam lima tahun terakhir, peningkatan produksi batubara selalu beriringan dengan lonjakan volume ekspor. Pada tahun 2015, volume ekspor batubara tercatat 367 juta ton dengan nilai sebesar US$ 16 miliar.
Pada 2016, volume ekspor batubara naik tipis menjadi 370 juta ton dengan nilai US$ 15 miliar. Setahun kemudian, volume ekspor emas hitam ini menanjak lagi menjadi 389 juta ton. Diikuti oleh tren kenaikan harga, nilai ekspor batubara tahun 2017 mencapai US$ 20 miliar.
Pada 2018, volume ekspor batubara dari Indonesia mencapai 429 juta ton dengan nilai US$ 24 miliar. Pada tahun lalu, volume ekspor sudah menyentuh 455 juta ton dengan nilai US$ 22 miliar.
Melihat data tersebut, dalam lima tahun terakhir, volume ekspor batubara konsisten mengalami peningkatan. Sedangkan untuk nilai ekspor, tergantung dari pergerakan harga batubara saat itu.
Namun, hingga pertengahan tahun ini, ekspor batubara Indonesia dikabarkan mengalami penurunan baik secara volume maupun nilai. Pergerakan harga dan pasar batubara menjadi penyebabnya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan, volume ekspor batubara hingga Juli 2020 masih sebesar 238 juta ton dengan nilai US$ 10,13 miliar. Jumlah tersebut turun 11% dibandingkan realisasi volume ekspor pada periode Januari-Juli 2019 yang sebesar 266 juta ton. Sedangkan nilai ekspor batubara juga anjlok 22% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 12,36 miliar.
"Penurunan kinerja ekspor batubara disebabkan dampak pandemi Covid-19, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan batubara di pasar global," jelas Arifin secara daring acara 30 tahun Perhapi, Senin (14/9) lalu.
Terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyampaikan, proyeksi ekspor batubara pada tahun ini sebesar 395 juta ton. Mulai tahun depan, meski produksi batubara diproyeksikan meningkat, namun Kementerian ESDM menargetkan volume ekspor tak lagi meroket.
Mulai tahun 2021 nanti, pemerintah menargetkan volume ekspor batubara bisa stagnan sebesar 441 juta ton, paling tidak hingga tahun 2024. Sejatinya, persiapan untuk memperkecil volume ekspor memang harus dilakukan.
Sebab, merujuk pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017, produksi batubara seharusnya dikendalikan pada angka 400 juta ton.
Seiring dengan pengurangan produksi tersebut, porsi ekspor juga dikurangi secara bertahap, dan ekspor batubara dihentikan paling lambat tahun 2046. Dengan proyeksi kebutuhan batubara domestik mencapai lebih dari 400 juta ton.
Menanggapi kondisi ini, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengklaim bahwa pelaku usaha sebenarnya lebih suka jika produksi batubara bisa sepenuhnya diserap di dalam negeri. Sayangnya, pertumbuhan konsumsi batubara dalam negeri belum signifikan. Alhasil, 75% produksi masih digunakan untuk memenuhi pasar ekspor.
"Kami serahkan ke pemerintah mengenai kebijakan, apakah batubara akan digunakan seluruhnya dalam negeri, atau masih bisa diekspor," kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (25/10).
Meski RUEN menargetkan produksi batubara bisa seluruhnya dimanfaatkan di dalam negeri pada 2046, namun Hendra mengatakan bahwa potensi permintaan ekspor batubara masih potensial hingga 3 dekade ke depan. "Masih cukup bagus (ekspor) khususnya di negara-negara berkembang seperti di Asia Tenggara dan Asia Selatan," pungkas Hendra.