JAKARTA, MEDIAJAKARTA.COM – Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil langkah tegas mencabut izin perusahaan-perusahaan tambang yang dinilai tidak punya progres dalam membangun smelter (pabrik pemurnian).
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit mengungkapkan, pihaknya telah mengirimkan tabel rincian perusahaan yang izin ekspornya dicabut.
“Benar, izinnya dicabut karena mereka tak menyampaikan laporan,” tegas Bambang, Senin (20/8/2018).
Berdasarkan data KESDM, keempat perusahaan tersebut di antaranya PT Surya Saga Utama. Perusahaan ini memproduksi nikel di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Berdasarkan penilaian, tak ada kemajuan fisik pembangunan smelter sejak 23 November 2017 sekitar 39,44 persen. Adapun realisasi ekspor 51.000 wet metric ton (WMT) dari target 3.000.000 WMT. Karena itu, status ekspor dihentikan sementara.
Yang kedua, PT Modern Cahaya Makmur. Perusahaan ini memproduksi nikel dan berada di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Tak ada penambahan fisik pabrik sejak 23 November 2017 sebesar 76,38 persen. Modern Cahaya belum mengekspor barang tambang, sedangkan rekomendasi ekspor 298.359. Karena itu, status ekspor pun dihentikan sementara.
Ketiga, PT Integra Mining Nusantara. Perusahaan yang memproduksi nikel ini berada di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kemajuan fisik hingga 28 Juni 2018 masih 20 persen. Seperti Modern, Integra pun belum mengeskpor barang tambang. Sedangkan rekomendasi ekspornya 923.760. Status ekspor dihentikan sementara.
Keempat, PT Lobindo Nusa Persada. Perusahaan yang memproduksi bauksit ini berada di Bintan, Kepulauan Riau. Sejak tanggal rekomendasi pembangunan 30 Oktober 2017, belum dilakukan pembangunan smelter. Perusahaan ini belum mengeskpor barang tambang, sedangkan jumlah rekomendasi ekspor 1.500.000 WMT. Status ekspor di berhentikan sementara.
Khusus untuk PT Toshida Indonesia mendapatkan peringatan terakhir. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memproduksi nikel di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara ini belum menunjukkan kemajuan fisik awal pembangunan smelter, dimana dari 11 Januari 2018 hingga 11 Juli 2018 masih 2,8 persen. Realisasi ekspornya 281.495 WMT dari jumlah rekomendasi 1.950.000 WMT.
Bambang menegaskan, tak ada jangka waktu untuk mengubah status tersebut.
“Sekarang tergantung perusahaan. Kalau laporannya masuk, kita klarifikasi dan review. Yakni betul atau tidaknya laporan mereka. Jika valid, izin ekspor akan kami berikan. Jika tidak, ya stop. Kalau peringatan terakhir kita kasih 45 hari,” ketus Bambang.
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Perngusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, dalam Pasal 55 ayat 5 aturan tersebut menyebutkan, kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian harus mencapai paling sedikit 90% dari rencana kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang dihitung secara kumulatif sampai satu bulan terakhir oleh verifikator independen.
Lebih lanjut, ayat 7 disebutkan bahwa dalam setiap enam bulan, persentase kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian tidak mencapai 90%, maka Kementerian ESDM (Dirjen atas nama Menteri), menerbitkan rekomendasi kepada Dirjen yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan luar negeri untuk mencabut persetujuan ekspor yang sudah diberikan.
“Harus dipahami, penghentian sementara dan permanen sebenarnya sama. Yakni tak ada kegiatan ekspor. Kalau masih ada, itu pelanggaran dengan sanksi pidana,” ujarnya. (KD/MJ)