KEPRI, BINTAN, Selamat datang di Bintan, satu dari lima kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau.
Negeri berjuluk Segantang Lada itu tidak hanya terkenal dengan keindahannya, melainkan juga potensi perikanan dan sektor pertambangan. Dari udara tampak kontras antara pariwisata yang menjadi sektor andalan dengan sejumlah kawasan yang rusak akibat pertambangan bauksit.
Pertambangan bauksit di Kabupaten Bintan sudah berhenti, namun sisa kegiatan tersebut masih tampak pada sejumlah kawasan.
Kerusakan lingkungan di Tembeling Tanjung, Desa Bekung, Desa Gisi, Desa Bintan Buyu hingga di Pulau Dendang, Pulau Angkut, Pulau Buton, Pulau Tanjung Elong, Pulau Ke dan Pulau Telang masih tampak jelas.
Dari data yang diperoleh Antara, aktivitas pertambangan bauksit itu tidak menambah pendapatan Pemprov Kepri, yang telah mengeluarkan izin agar perusahaan-perusahaan yang bukan bergerak di bidang pertambangan, beroperasi sejak 2017 hingga Maret 2019.
Berbagai peristiwa terjadi sejak awal 2019, seperti aksi unjuk rasa warga yang menuntut kompensasi, tim Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel belasan lokasi tambang ilegal hingga pemberhentian Amjon dan Azman Taufik sebagai Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral, dan Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Atap Kepri.
Peristiwa lainnya, yakni sejumlah anggota DPRD Kepri mengisyaratkan mengajukan hak angket kepada Gubernur Kepri untuk menyelidiki karut-marut pertambangan bauksit di Bintan.
Ketua Fraksi Keadilan Sejahtera DPRD Kepri Ing Iskandarsyah, salah seorang legislator yang menginisiasi hak angket tersebut mengatakan, pertambangan bauksit di Bintan telah merugikan daerah sehingga sudah sepatutnya aparat penegak hukum menanganinya.
Pertambangan bauksit yang tidak prosedural menyebabkan berbagai permasalahan bermunculan. Karena itu, menurut dia sudah selayaknya DPRD Kepri menyelidikinya, salah satu hak yang dilindungi konstitusi sehingga terungkap peranan masing-masing pihak.
Kondisi yang menarik, yakni diberhentikannya dua pejabat eselon II, Amjon dan Azman Taufik, apakah izin yang dikeluarkan lembaga yang pernah dipimpinnya tanpa sepengetahuan Gubernur Kepri Nurdin Basirun.
"Kalau memang ditemukan unsur lainnya, seperti KKN dalam pemberian izin dan pelaksanaan pertambangan bauksit itu, kami membuka pintu agar KPK mengusutnya," katanya.
Sementara terkait penyelidikan yang dilakukan KLHK terhadap kerusakan lingkungan dan hutan di Bintan akibat pertambangan bauksit sampai sekarang belum diketahui perkembangannya. Sejumlah pejabat KLHK yang menyelidiki kasus itu, mendadak tidak merespons pertanyaan wartawan dan tidak mengangkat ponselnya saat dihubungi.
Kantor Inspektorat Kepri merespons berbagai permasalahan pertambangan di Kepri setelah tim penyidik KLHK menyegel sejumlah kawasan pertambangan.
Kepala Inspektorat Kepri Mirza mengaku, pihaknya sudah memberi masukan kepada Gubernur Kepri dalam menangani kasus pertambangan bauksit di Bintan. Namun ia enggan membeberkannya.
"Sudah kami beri catatan, tetapi ini sifatnya rahasia, tidak boleh dibeberkan kepada publik," ujarnya.
Belum lama ini, Dinas ESDM Kepri merekomendasikan pencabutan seluruh izin yang diberikan. Rekomendasikan itu diikuti Dinas Penanaman Modal dan PTSP.
Namun hal itu tidak memberi jawaban terhadap kerugian negara yang disebabkan kerusakan hutan dan lingkungan, termasuk pencurian sumber daya mineral, meski perusahaan tersebut sudah tidak lagi beroperasi.
Izin usaha pertambangan operasi produksi untuk penjualan bauksit dan kerugian negara pada kegiatan usaha nontambang di Bintan, mendorong berbagai pihak membuka suara.
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang Endri Sanopaka mengatakan DPRD Kepri hanya "gertak sambal" dalam mengajukan hak angket. Hak yang sudah semestinya dipergunakan itu seharusnya direalisasikan sebagai bentuk tanggung jawab anggota legislatif terhadap rakyat. Sampai sekarang, pengajuan hak angket DPRD Kepri masih hanya sebatas wacana.
"Permasalahannya ada di depan mata, jelas pelanggaran yang dilakukan. Semestinya itu ditangani oleh DPRD Kepri, dan aparat berwenang lainnya," katanya.
Investigasi
Hasil investigasi Antara sejak awal Februari 2019 hingga sekarang diperoleh berbagai informasi dan data. Berdasarkan Permen ESDM Nomor 18/2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 34 ayat satu (1) telah mengelompokkan izin usaha di bidang pertambangan Mineral dan Batubara menjadi IUP eksplorasi, IUPK eksplorasi, IUP produksi, IUPK produksi, IUP OPK pengolahan dan pemurnian,, IUP OPK pengangkutan dan penjualan dan IUJP.
Dari ketentuan itu, diketahui izin tersebut memiliki fungsi dan tujuan berbeda sesuai ketentuan, yang salah satunya wajib dimiiki oleh badan usaha/perseorangan sebelum melakukan kegiatan usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara.
Selain ketujuh jenis izin itu, pemerintah juga mengatur pemberian izin kepada badan usaha nontambang sesuai UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pasal 105 ayat satu (1) yakni �Badan Usaha yang tidak bergerak dibidang pertambangan yang bermaksud menjual mineral tergali wajib terlebih dahulu memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi untuk penjualan �.
Izin itu yang baru-baru ini diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal-PTSP atas rekomendasi Dinas ESDM Kepri yang diduga telah menyalahi aturan dalam penerbitannya.
Pengaturan penggunaan izin tersebut diatur dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan Kegiatan Usaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pelaksanaan/petunjuk teknis UU Nomor 4/2009, termasuk pembatasan untuk jenis kegiatan yang dapat diberikan IUP Operasi Produksi untuk penjualan.
Merujuk Permen ESDM Nomor 11 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha di bidang Pertambangan, Pasal 57 ayat (2) ditegaskan badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan merupakan badan usaha yang antara lain melaksanakan kegiatan pembangunan konstruksi sarana dan prasarana lalu lintas jalan, pembangunan konstruksi pelabuhan, pembuatan terowongan, pembangunan konstruksi bangunan sipil, dan pengerukan alur lalu lintas sungai laut, danau dan laut.
Pembatasan kegiatan tersebut dalam rangka terlaksananya jaminan fungsi lingkungan pascakegiatan pengambilan mineral tergali atau agar izin tidak disalahgunakan untuk tujuan lain (kegiatan kamuflase).
Meski adanya pembatasan untuk jenis kegiatan tertentu, nyatanya Dinas Penanaman Modal-PTSP melalui rekomendasi Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Riau telah menerbitkan 19 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi untuk penjualan bauksit kepada beberapa badan usaha non tambang di luar jenis kegiatan/pekerjaan, seperti pembuatan kolam ikan, pembuatan taman, pembuatan panggung, perkebunan buah dan lainnya.
Adapun perusahaan yang memegang IUP Produksi untuk penjualan bauksit di Bintan, yakni CV Buana Sinar Khatulistiwa, Koperasi HKTR Bintan, CV Sang He, CV Kuantan Indah Perdana, BUM Desa Maritim Jaya, CV Gemilang Mandiri Sukses, PT Tan Maju Bersama Sukses, CV Swakarya Mandiri, PT Zasya Putra Bintan, CV Hang Tuah, CV Bintan Jaya Sejahtera, dan CV Martya Lestari.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi untuk penjualan merupakan izin pemanfaatan mineral tergali hasil kegiatan/pekerjaan di luar kegiatan usaha di bidang pertambangan. Izin tersebut diberikan kepada badan usaha nontambang yang diterbitkan melalui mekanisme, tata cara dan persyaratan penerbitan izin sesuai ketentuan.
Dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan, semestinya izin digunakan sebagai alat pengontrol dan pengendali dengan mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan, sehingga di akhir kegiatan mendapatkan hasil sesuai rencana tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan.
Ketentuan penerbitan IUP Operasi Produksi untuk penjualan diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No. 1796.K/30/MEM/2018, tanggal 19 April Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan , Evaluasi, serta Penerbitan Perizinan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. :
Surat Permohonan yang ditandatangani direksi badan usaha.
Form isian data perusahaan yang ditandatangani di atas materai oleh direksi dengan melampirkan salinan akte badan usaha, SITU, SIUP, NPWP, TDP Surat Keterangan Domisili, salinan izin usaha yang telah ditandasahkan oleh pejabat berwenang jumlah tonase yang tergali akibat kegiatan yang dilakukan.
Kualitas mineral yang tergali disertai sertifikasi contoh analisa mineral dari laboratorium yang terakreditasi. Perjanjian jual beli dengan pembeli apabila mineral tergali akan dijual. Data kontak resmi pemohon, nomor telepon, nomor ponsel dan alamat e-mail.
Setelah berkas persyaratan dinyatakan lengkap, diteruskan dengan peninjauan lapangan oleh tim teknis dinas terkait untuk menghitung volume mineral tergali hasil kegiatan yang telah terkumpul di suatu area/lokasi.
Adapun hasil perhitungan volume tersebut dijadikan dasar dalam pemberian izin dan proyeksi pendapatan negara terhadap iuran produksi/royalti hasil penjualan mineral tergali.
Tahapan pelaksanaan pekerjaan pemanfaatan mineral tergali dimulai pada saat perusahaan nontambang telah selesai melakukan kegiatan/pekerjaan pengumpulan mineral tergali atas pekerjaan di luar usaha pertambangan (pemotongan bukit untuk pembuatan jalan, perumahan, pembuatan bandara dll).
Sebagai contoh, pada kegiatan/pekerjaan pembuatan jalan raya oleh badan usaha yang harus memotong beberapa bukit sesuai rencana kerja,dan jika bermaksud menjual material hasil pemotongan bukit tersebut, badan usaha mengajukan permohonan untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi untuk penjualan yang ditujukan kepada menteri, gubernur sesuai kewenangan.
Penjualan antarpropinsi/ luar negeri merupakan kewenangan menteri, sedangkan antarkabupaten dalam satu provinsi menjadi kewenagan gubernur.
Permasalahan timbul di saat kegiatan pemanfaatan mineral tergali, dan diduga hasilnya kepada salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Bintan yang telah memiliki izin ekspor mineral tertentu. Hasil pascakegiatan terjadi kerusakan lingkungan yang tidak ditindaklanjuti dengan pemanfaatan fungsi selanjutnya sesuai rencana peruntukan pada izin yang telah diberikan.
Hal tersebut terjadi kerena diduga penggunaan izin yang tidak sesuai fungsi dan tujuan menurut definisi izin sesuai ketentuan, sehingga Izin yang seharusnya berfungsi sebagai alat pengendali kegiatan tidak dapat terlaksana, justru yang terjadi sebaliknya.
Hal ini telah menimbulkan polemik dan keresahan di masyarakat karena hingga saat ini akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tidak jelas pemanfaatannya tanpa ada pihak yang bertanggung jawab.
Seharusnya, IUP Operasi Produksi Untuk Penjualan Bauksit yang diterbitkan oleh DPM-PTSP melalui rekomendasi Dinas ESDM Provinsi Kepri merupakan izin yang tidak dapat digunakan alias tidak berfungsi merujuk aturan yang ada.
Fakta bahwa IUP Operasi Produksi untuk penjualan bauksit, tidak dapat digunakan atau salah di dalam penerbitannya. Tujuan izin, melakukan penjualan mineral tergali hasil kegiatan/pekerjaan nonusaha pertambangan.
Kewenangan pemberian izin oleh Gubernur untuk penjualan lokal dalam satu provinsi berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 1796.K/30/MEM/2018, Tgl 19 April 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan , Evaluasi, Serta Penerbitan Perizinan Di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pemanfaatan material mentah (raw material) bijih bauksit, hingga saat ini hanya dijual ke pabrik peleburan (smelter) guna diolah menjadi alumina.
Tujuan penjualan lokal di Kepri hingga sekarang tidak terdapat pabrik peleburan (smelter), sedangkan untuk dijual ke PT GBA selaku pemegang izin ekspor bertentangan dengan aturan Kemendag tentang persetujuan ekspor produk pertambangan.
Kegunaan material mentah (raw material) bauksit sebagai fungsi lain (bahan timbunan, pengeras jalan dan lain-lain) mustahil dilakukan dengan harga bijih bauksit saat ini yang mencapai 19 Dolar Amerika Serikat atau jauh lebih tinggi dari mineral batuan yang biasa digunakan.
Selain IUP yang diperuntukkan khusus bagi badan usaha yang bergerak di bidang pertambangan, pemerintah juga mengatur tentang IUP yang diperuntukkan bagi badan usaha yang bergerak di luar usaha bidang pertambangan yang bermaksud untuk menjual mineral tergali hasil kegiatan pekerjaan.
Izin yang diberikan kepada badan usaha di luar usaha pertambangan adalah IUP operasi produksi untuk penjualan yang hanya diterbitkan untuk jenis pekerjaan tertentu dalam rangka menjamin terlaksanannya fungsi lingkungan pascakegiatan.
Pemberi izin di Pemprov Kepri diduga melanggar aturan ditahap penerbitan izin sesuai Kepmen ESDM Nomor 1796.K/30/MEM/2018 berupa pemberian izin tidak sesuai peruntukan dan memfasilitasi penjualan bauksit mineral tergali hasil kegiatan pemegang IUP Operasi Produksi Untuk Penjualan kepada PT GBA selaku pemilik izin ekspor mineral tertentu.
Akibatnya, pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan bauksit tidak dapat melaksanakan kewajiban Pembayaran Iuran Produksi sesuai Pasal 105 ayat (3) UU Minerba Tahun 2019.
Mekanisme dan tata cara penerbitan izin tidak dilalui sesuai prosedur atau izin diterbitkan tanpa melalui proses pengumpulan mineral tergali yang kemudian dihitung dan digunakan sebagai dasar penentuan volume pada pemberian izin.
Izin diterbitkan sebelum payung hukum berupa Pergub, perda yang memfasilitasi persyaratan izin rencana kegiatan, seperti pembuatan kolam ikan, taman, perkebunan buah guna menjamin terlaksananya fungsi lingkungan pascakegiatan, seperti persyaratan izin lingkungan, IMB, yang belum diatur di dalam Permen Nomor 11/ 2018.
Estimasi kerugian negara sesuai point (b) diatas berupa iuran produksi (3,75 % x harga jual patokan ekspor bauksit/19.00 dolar Amerika/ton x volume penjualan) atau bernilai Rp15 miliar.
Selain itu, bea keluar ekspor bauksit yakni 20 persen x harga jual patokan ekspor bauksit/19.00 dolar Amerika/ton x volume penjualan) atau bernilai Rp85 miliar, dan Potensi kerugian kerusakan hutan atas tegakan pohon yang rusak atau ditebang. (*). sumber: bisniscom.