Kadar Ore Nikel 1,6% Bisa Dimurnikan di Dalam Negeri, Tapi Pemerintah Sebaliknya
JAKARTA – Pemerintah akan menerapkan kebijakan relaksasi untuk ekspor komoditas bijih nikel dengan kadar di bawah 1,8 persen. Namun, pelaku industri pengolahan dan pemurnian (smelter) Nikel menegaskan bahwa bijih nikel dengan kadar di bawah 1,8 persen bisa diturunkan di dalam negeri.
Pelaksana tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Kementerian ESDM tengah mempertimbangkan agar bijih nikel diperbolehkan ekspor.
“Nikel ini agak menarik. Nikel yang kandungannya 1,8 persen lagi kita hitung karena di dalam negeri tidak bisa diproses, maka kita pertimbangkan untuk diekspor,” ujar Luhut pekan lalu.
Namun, Luhut yang juga menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman belum mau membeberkan, apakah pemberian relaksasi bijih nikel hanya diperuntukkan bagi perusahaan yang sedang membangun smelter atau tidak. “Detailnya nanti pak Bambang Gatot (Dirjen Minerba). Saya tidak ingat,” tuturnya.
Sementara, Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menyatakan fasilitas pemurnian (smelter) dalam negeri dapat menyerap bijih nikel kadar rendah. Dibukanya kran ekspor bijih nikel tersebut membuat ketidakpastian iklim investasi smelter nikel.
Wakil Ketua AP3I Jonatan Handojo mengatakan alasan pemerintah membuka kran ekspor nikel kadar 1,8 persen tidak masuk akal. Pasalnya nikel kadar kurang dari 1,8 persen pun masih ekonomis diolah di smelter dalam negeri.
“Saya baru beli nikel kadar 1,4 persen. Bahkan kadar 1,2 persen juga masih bisa diproses,” kata Jonatan.
Jonatan menduga relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah lantaran desakan dari smelter di Jepang yang tidak mendapat pasokan bijih nikel dari Filipina. Ketiga smelter itu yakni Hyuga Sumitomo, Pamco dan Nippon Steel. Menurutnya tiga smelter nikel di Jepang itu tidak memperoleh suplai dari Filipina akibat 20 tambang nikel ditutup oleh Pemerintah setempat.
“Mereka mendesak pemerintah Indonesia dan Antam untuk suplai nikel ore kadar kurang dari 1,8 persen ke Jepang. Jenis nikel ini persis yang didapatkan dari Filipina,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengemukakan, dibukanya kran ekspor ore nikel kadar 1,8 persen itu memang menguntungkan Antam. Namun dia meminta pemerintah memikirkan investor nikel lain yang sudah menggarap smelter di dalam negeri. Komitmen pemerintah diperlukan mengingat ekspor bijih mineral dilarang sejak awal 2014 silam.