Kapasitas Smelter Tembaga di Indonesia Masih Tertinggal
Jakarta, CNN Indonesia -- Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan dan Tata Kelola Minerba Irwandy Arif mengatakan kapasitas fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) tembaga di Indonesia masih tertinggal dibandingkan sejumlah negara. Padahal, Indonesia merupakan produsen tambang tembaga peringkat 11 terbesar di dunia karena mampu memproduksi setara 600 ribu ton tembaga per 2017 lalu. Ia menyebut kapasitas smelter tembaga Indonesia berada di bawah Jepang, India, Korea Selatan dan Bulgaria.
"Padahal negara-negara tersebut tidak mempunyai bahan baku hasil tambang tembaga," ujarnya dalam webinar bertajuk Masa Depan Hilirisasi Tembaga Indonesia, Rabu (14/10).
Oleh sebab itu, ia mendorong pembangunan smelter tembaga. Pasalnya, selain produsen tembaga, Indonesia juga menempati peringkat ketujuh negara yang memiliki cadangan tembaga terbesar di dunia.
Berdasarkan data dari Badan Geologi di 2019, jumlah cadangan terkira bijih tembaga diprediksi mencapai 1,8 miliar ton dan logam tembaga mencapai 15 juta ton.
Ia mencontohkan China menempati posisi ketiga produsen tembaga yakni mencapai 1,8 juta ton. Namun, China dapat mengolah tembaga mencapai 7,5 juta ton atau 4 kali lebih besar daripada produksi tambangnya. Besarnya kapasitas pengolahan smelter tembaga di China, membuatnya menempati posisi pertama produsen smelter tembaga.
Lihat juga: Potensi Gas Baru Ditemukan di Natuna "Kalau di Indonesia, tidak ada pembangunan smelter tembaga sejak 53 tahun yang lalu, tetap cuma ada dua smelter yang satu di PT Smelting dan satunya di Halmahera," ucapnya.
Menurutnya, potensi smelter tembaga sangat menjanjikan ke depan. Per 2017 lalu, kapasitas smelter tembaga di dunia mencapai 23 juta ton, atau mengalami surplus dibandingkan konsumsinya.
Namun, ia memprediksi produksi smelter tembaga mengalami defisit pada 2023 mendatang. Pasalnya, kebutuhan logam tembaga meningkat. Oleh sebab itu, ia menilai kondisi tersebut sebagai peluang Indonesia sebagai salah satu produsen utama tambang tembaga.
"Seiring dengan kebutuhan logam tembaga yang meningkat berkaitan dengan trend EV (kendaraan listrik), semikonduktor dan non renewable energy (energi tidak terbarukan) ke depan, diprediksi pada 2023 mencapai 25 juta ton sehingga akan defisit, ini kesempatan bagaimana membangun smelter tembaga di Indonesia," tuturnya.