Kapuas Prima Coal (ZINC) Terbitkan Obligasi dengan Kupon Tinggi
Bisnis.com, JAKARTA — Emiten pertambangan logam PT Kapuas Prima Coal Tbk. (ZINC) berencana menerbitkan obligasi dengan nilai maksimal Rp600 miliar dan kisaran kupon 13%—16%.
Direktur Keuangan Kapuas Prima Coal Hendra Susanto menyampaikan, perseroan masih dalam proses menerbitkan obligasi dengan nilai maksimal Rp600 miliar. Kupon yang ditawarkan berkisar 13%-16% bergantung kepada setiap serinya.
“Proses obligasi berjalan, minggu ini harusnya registrasi tahap kedua bila tidak ada kendala dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI),” tuturnya kepada Bisnis, Selasa (13/11/2018).
Rencananya, perseroan menawarkan surat utang tersebut dalam 5 seri. Masing-masing seri memiliki tenor 1 tahun 7 hari, 1 tahun 1 bulan, 2 tahun, 3 tahun, dan 5 tahun.
Hendra menyebutkan, perseroan memberikan kupon yang tinggi karena mendapat peringkat BBB dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Oleh karena itu, rating tersebut dinilai positif.
Di sisi lain, salah satu pertimbangan besaran kupon ialah rencana Bank Indonesia untuk kembali menaikkan suku bunga acuan. Dengan demikian, kupon obligasi nantinya harus dapat bersaing dan memberikan margin yang menarik.
“Lumayan banyak yang minat. Sejauh ini, sudah sekitar 50% investor yang tertarik untuk ikut [membeli obligasi],” imbuhnya.
Sebelumnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 26 September 2018, perseroan mendapat persetujuan untuk menerbitkan obligasi di dalam negeri dengan nilai maksimal Rp600 miliar.
Alokasi penggunaan dana dari obligasi ialah 40% atau Rp240 miliar untuk belanja modal pengembangan smelter seng, 40% untuk eksplorasi lahan tambang baru, dan 20% atau Rp120 miliar sebagai modal kerja.
Pembangunan smelter seng berkapasitas 60.000 ton per tahun direncanakan berlangsung 2,5—3 tahun. Biaya investasinya bertahap sesuai dengan kemajuan pengembangan.
Kapuas Prima Coal sebelumnya sudah merampungkan smelter timbal berkapasitas 40.000 ton per tahun pada Juni 2018. Namun, fasilitas ini belum dapat beroperasi karena menunggu 1 izin dari Kementerian Perindustrian. Diharapkan mulai awal 2019 operasional dapat berjalan.
“Bila keduanya beroperasi, kami menjadi pemilik smelter timbal dan seng pertama di Indonesia. Makanya kami butuh dana cepat, sehingga pembangunan smelter seng bisa kami genjot,” tuturnya.