a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Kebijakan Divestasi 51% Timbulkan Citra Negatif Iklim Investasi Tambang

Kebijakan Divestasi 51% Timbulkan Citra Negatif Iklim Investasi Tambang
Jakarta, EnergiToday-- Peneliti Natural Resource Governance Institute, Emanuel Bria menilai kebijakan divestasi tambang hingga 51 persen yang diamanatkan Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 dapat menimbulkan citra negatif dalam iklim investasi di Indonesia.

Oleh karena itu, Emanuel meminta kepada Pemerintah agar lebih mencermati kembali dengan seksama dalam menjalankan kebijakan tersebut.

"Bila pemerintah memaksa untuk menjalankan kebijakan divestasi ini, maka sudah dapat dipastikan anggaran pendapatan negara (APBN) akan terkuras. Berdasarkan data investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) investor dalam negeri saat ini masih belum mampu menggantikan pemodal dari luar," ujarnya di Jakarta.

Pasalnya, menurut Emanuel, kebijakan divestasi akan memicu kecenderungan perilaku investor dalam negeri untuk berhutang dari pemain asing (kredit luar negeri), atau menjual aset di sektor lain miliknya untuk membeli saham, sehingga akibatnya mengurangi investasi di sektor lainnya.

"Kebijakan divestasi saham 51 persen sangat berisiko. Bila pemerintah memaksa untuk membelinya dengan menggunakan dana APBN, pasti ada sektor lain yang harus dikorbankan. Padahal, sekarang saja pembiayaan dari APBN mengalami defisit, artinya tidak mencukupi untuk menjalankan pembangunan," tuturnya.

Untuk itu, tambahnya, seharusnya pemerintah lebih mementingkan pembangunan rumah sakit dan infrastruktur yang membutuhkan dana sebesar Rp 1.843 triliun hingga tahun 2025, ketimbang berinvestasi di sektor tambang yang tergolong beresiko tinggi dan terbuka terhadap investor yang sudah siap menanggung resiko di dalamnya.

Selain itu, lanjutnya, jika pemerintah ingin mendapatkan manfaat secara maksimal bisa lebih fokus lagi pada renegosiasi tarif royalti dan pajak serta pembukaan lapangan kerja.

"Pemerintah bisa fokus dalam renegoisasi kontrak seperti penerapan pajak tinggi, pembukaan lapangan kerja dan pembangunan smelter sehingga perusahaan tersebut memahami apa yang menjadi prioritas pemerintah," tandasnya. (un)