Kementerian ESDM: Penerimaan Freeport Akan Turun Pada 2019
JAKARTA – Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM Bambang Gatot Ariyono memperkirakan bahwa penerimaan PT Freeport Indonesia (PTFI) turun pada 2019.
"Penerimaan Freeport (akan) turun pada 2019, baik revenue maupun pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA)," ujar Dirjen Minerba di Jakarta, Jumat (4/1).
Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa kemungkinan penurunan tersebut terjadi dikarenakan rencana Freeport yang akan masuk ke tambang dalam. Namun, kinerja akan membaik setelah tambang dalam bisa dieksploitasi.
"Tahun 2020 (Freeport) masuk ke tambang dalam, sehingga nanti diharapkan pada tahun itu revenue maupun EBITDA-nya akan naik," kata Bambang kepada awak media usai menghadiri konferensi pers mengenai capaian kinerja Kementerian ESDM sepanjang 2018.
Berdasarkan laporan keuangan Freeport-McMoran 2017, pada 2018 diharapkan penjualan mampu mencapai 1,2 miliar pound tembaga dan 2,4 juta ounce emas.
Pada 2017, Freeport Indonesia dilaporkan membukukan penjualan 981 juta pound tembaga dengan harga rata-rata mencapai US$3 per pound. Sementara penjualan emas mencapai 1,5 juta ounce dengan harga rata-rata US$1.268 per ounce.
Penjualan tersebut melemah untuk tembaga dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun harga jual pada 2017 lebih baik ketimbang tahun sebelumnya. Pada 2016, penjualan tembaga sebesar 1,1 miliar pound tembaga dengan harga rata-rata US$2,32 per pound. Adapun untuk emas, Freeport Indonesia menjual 1,1 miliar ounce dengan harga rata-rata US$1,237 per ounce.
Indonesia telah resmi menjadi pemilik mayoritas saham Freeport Indonesia sejak 21 Desember 2018. Pengumuman yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai penguasaan Indonesia tersebut menutup negosiasi yang berlangsung hingga dua tahun.
"Disampaikan bahwa saham PT Freeport sudah 51,2% sudah beralih ke PT Inalum dan sudah lunas dibayar. Hari ini juga merupakan momen yang bersejarah setelah PT Freeport beroperasi di Indonesia sejak 1973," kata Presiden Jokowi.
Keputusan pemerintah ini dibayar dengan harga yang tak murah. Pemerintah melalui perusahaan plat merah PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau yang biasa disebut INALUM harus menggelontorkan dana sebesar US$3,85 miliar atau sekitar Rp56,1 triliun untuk menebus total 51,23% saham kepemilikan PT Freeport Indonesia (FI), di mana sebelumnya pemerintah hanya memiliki sebesar 9,36% saham.
Pemerintah menyebutkan beberapa dampak positif yang diperoleh dari penguasaan mayoritas saham Freeport, seperti dipaparkan dalam laporan Kementerian ESDM bertajuk "#EnergiBerkeadilan: 4 Tahun Kinerja, Realisasi Hingga 2018", di antaranya pendapatan negara jadi meningkat, menghindari pengadilan arbitrase, serta adanya transfer teknologi pengelolaan tambang paling kompleks.
Selain itu, penguasaan 51,23% saham Freeport oleh pemerintah juga dapat menciptakan multiplier effect, di mana Freeport harus menyelesaikan smelter dalam waktu lima tahun di Indonesia. (Fin Harini)