Kenapa Freeport Akhirnya Mau Ganti Kontrak Karya Jadi IUPK?
Jakarta - Menteri ESDM Ignasius Jonan hari ini menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi untuk PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Dengan demikian, Kontrak Karya (KK) Freeport dan AMNT tak berlaku lagi, status pengusahaan pertambangannya berubah menjadi IUPK.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), perusahaan tambang pemegang KK harus mengubah status kontraknya menjadi IUPK agar dapat mengekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tapi belum sampai tahap pemurnian).
Merespons aturan tersebut, Freeport dan AMNT telah mengajukan surat permohonan perubahan bentuk pengusahaan pertambangan pada Januari lalu. Permohonan mereka dikabulkan oleh Jonan.
Tetapi proses perubahan KK menjadi IUPK sebenarnya tak mulus. Freeport tak mau begitu saja berganti baju menjadi IUPK, mereka sempat mengajukan syarat. Raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) itu meminta stabilitas, jaminan untuk investasi jangka panjang.
Mereka ingin IUPK tapi berprinsip naildown, bukan prevailing seperti diatur dalam PP 1/2017. Prevailing artinya mengikuti aturan pajak yang berlaku. Jadi, pajak dan royalti yang dibayar Freeport dapat berubah-ubah sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Berbeda dengan KK yang sifatnya naildown, pajak dan royalti yang dibayar besarnya tetap, tidak akan ada perubahan hingga masa kontrak berakhir.
Sempat ada wacana Kementerian ESDM untuk menerbitkan IUPK sementara dan izin ekspor sementara untuk Freeport karena negosiasi soal perubahan status kontrak yang belum menemukan titik temu.
Freeport pun baru-baru ini sempat menyatakan bahwa dalam waktu dekat akan mengurangi produksinya hingga 60% karena tak kunjung mendapat izin ekspor.
Tapi akhirnya Kementerian ESDM menerbitkan IUPK permanen yang prevailing. Mengapa akhirnya Freeport mau menuruti pemerintah?
Sayangnya Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, tak mau menceritakan proses negosiasi sampai akhirnya Freeport mau menerima IUPK.
"Saya enggak bisa cerita proses dong, enggak bisa. Yang jelas seperti itu, kita keluarkan IUPK. Saya enggak mau bicara itu," kata Bambang dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/2/2017).
Yang jelas, perubahan KK menjadi IUPK ini berimplikasi pada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi Freeport. Sebagai pemegang IUPK, maka wilayah pertambangan mereka maksimal 25.000 hektar (ha), wajib membangun smelter dalam 5 tahun, pajak yang ditanggung mengikuti peraturan terbaru (prevailing), dan sebagainya.
"Dengan demikian kewajiban-kewajiban perusahaan sesuai yang ditetapkan PP 1/2017 harus dilakukan. Luas wilayah maksimal 25.000 ha, dan lain-lain. Hal-hal yang berlaku di IUPK harus berlaku. Dalam IUPK ketentuannya prevailing. Sesuai ketentuan, dia harus melakukan itu. Kalau dia enggak bangun smelter, dia enggak bisa ekspor," paparnya.
Sekjen Kementerian ESDM, Teguh Pamudji, menyatakan bahwa keputusan yang diambil Jonan telah melalui pertimbangan matang dan memenuhi semua prosedur. "Keputusan yang diambil Pak Menteri sudah dipertimbangkan masak-masak dan bukan sesuatu yang tergesa-gesa. Sudah ada mekanisme administratif, yaitu permohonan dari Freeport dan Amman," tukasnya.
Ia menegaskan, tidak ada aturan yang dilanggar dalam pemberian IUPK ini. "IUPK yang dikeluarkan sesuai Undang Undang dan diperhitungkan masak-masak secara substansi maupun formal," tutupnya. (mca/dna)