Kepala BKPM: Eksportir Tak Rugi Meski Larangan Ekspor Nikel Dipercepat
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengklaim tak akan ada yang dirugikan terkait percepatan larangan ekspor bijih nikel.
Menurut dia, para pengusaha smelter yang tergabung di Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), sepakat bijih nikel yang tak jadi diekspor bakal dibeli dengan harga pasar. "Keputusan pertama, ore (bijih) yang sudah ada sampai Desember akan dibeli saudara kami, sahabat, dan pengusaha. Dibeli dengan harga internasional di China, dikurangi pajak, dan biaya transhipment," kata Bahlil di kantornya, Jakarta, Senin (28/10).
BKPM hari ini memutuskan mempercepat larangan ekspor nikel dan mulai berlaku pada Selasa, 29 Oktober 2019. Percepatan larangan ekspor nikel sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019, yang ditekan menteri ESDM sebelumnya, Ignasius Jonan.
Dalam beleid tersebut, ekspor bijih nikel dilarang mulai 1 Januari 2020, dipercepat dari sebelumnya tahun 2022.
Menurut Bahlil, pemerintah tidak perlu merevisi Peraturan Menteri ESDM tersebut. Bahlil mengatakan, percepatan tersebut diputuskan dalam rapat yang digelar hari ini. Dia mengklaim peserta yang terdiri dari pengusaha dan eksportir nikel setuju dengan keputusan tersebut.
Adapun perwakilan pemerintah yang ikut dalam gelaran rapat tersebut adalah Deputi Infrastruktur Kemenko Maritim, Ridwan Djamaludin.
Adapaun sistem pembayaran atau penjualan antara penambang dan pengusaha smelter, Bahlil menyerahkannya pada kedua belah pihak. Dan jika dibutuhkan, pemerintah bakal mediasi. Bahlil mengklaim perusahaan smelter yang ada di Indonesia bakal mau membeli bijih nikel dengan harga pasar.
Bagi perusahaan yang sudah berkontrak hingga akhir tahun atau yang sudah mengantongi Surat Persetujuan Ekspor (SPE) dari Kementerian Perdagangan seperti PT Antam Tbk, Bahlil yakni kebijakan percepatan larangan ekspor ini bisa diselesaikan perusahaan.
"Bisnis ini penuh negosiasi dan fleksibel. Menurut saya Antam sudah punya cara untuk atasi. Bisnis itu dinamis," katanya. Kepala BKPM Bahlil Lahadalia (tengah) konferensi pers tentang percepatan pelarangan ekspor bijih nikel di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (28/10/2019). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Sementara Ketua Umum AP3I, Prihadi Santoso, mengatakan para pengusaha smelter mau menampung bijih nikel yang harusnya diekspor. Dari data yang dihimpun, ada kurang lebih 14 smelter nikel sudah beroperasi. Sementara dari data Kementerian ESDM, ada 27 smelter akan masih dibangun dan dalam tahap penyelesaian.
"Sudah menampung semua nikel ore. Indonesia sebagai negara nomor satu yang miliki cadangan nikel dikelola dengan baik. Kalau kita sudah bertemu jadi satu, kita ingin agar NKRI makin berkibar. Ini waktunya untuk stok eskpor dan dikelola dalam negeri," jelas dia.