a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Keran Ekspor Dibuka, Jadi Angin Segar untuk Industri Minerba

Keran Ekspor Dibuka, Jadi Angin Segar untuk Industri Minerba
JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan terbaru di sektor mineral logam yang salah satunya terkait kebijakan membuka kembali keran ekspor bagi nikel kadar rendah dan bauksit untuk lima tahun mendatang, dipercaya dapat menjawab kebutuhan industri mineral dan batubara (Minerba) saat ini.

Ketua DPP Partai Hanura, Sudewo menilai, Pemerintah telah mengambil langkah tepat dalam upaya mewujudkan kejayaan dan kemakmuran atas hasil tambang mineral.

Pemerintah juga ingin memberikan nilai tambah sebanyak-banyaknya atau setinggi-tingginya. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas mineral.

Sadewo mengatakan, bahwa daerah-daerah penghasil tambang jangan sampai tutup dan menurun pendapatannya, pemerintah ingin mencarikan solusi yaitu menambah pendapatan serta membuka lapangan kerja.

"Jika ditelaah lebih jauh mengenai peningkatan nilai tambah itu sebenarnya telah dilakukan oleh perusahaan tambang. Peningkatan nilai tambah di penambangan adalah kegiatan pengolahan sesuai dengan ilmu pertambangan," kata Sudewo dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/2/2017).

Menurut Sadewo, Kementerian ESDM bertanggung jawab pada bagian hulu, yakni peningkatan nilai tambah di penambangan. Kemudian kegiatan pemurnian bagi kontrak karya adalah pemurnian mineral logam sesuai dengan pasal 95 huruf b.

Namun tidak bisa hanya berhenti di sana. Pemerintah juga harus memastikan produk smelter dalam negeri terserap oleh industri dalam negeri juga. Oleh karenanya dibutuhkan industri manufaktur berbasis mineral logam. Dan untuk mewujudkan itu, Kementerian Perindustrian memiliki peran yang sangat penting. Baru disitulah yang dinamakan dengan hilirisasi.

"Dari sana kita akan bisa lihat kata hilir, atau kata penghiliran, menuju ke hilir atau hilirisasi bisa bermakna menuju ke ujung, menuju akhir, proses dibagian ujung," ujar Sudewo.

Hal ini tentu menjadi tugas dan tanggungjawab Kementerian Perindustrian. Hasil pengolahan di sektor pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP diperlukan untuk mewujudkan industri logam dasar, yang mana kegiatan industri ini diluar dari kegiatan pertambangan.

Oleh karena itulah Pemerintah perlu mengatur lebih lanjut pengelolaan industri logam dasar pada sektor lain.

Saat ini investor smelter mayoritas dikuasai oleh asing, sehingga berakibat hasil output smelter di Indonesia juga tetap dijual ke Cina, Jepang atau Korea Selatan, seperti produk smelter nikel yakni nikel matte atau ferronikel yang diekspor ke Negara-negara tersebut.

"Kemudian kita mengimpor lagi dalam bentuk produk jadi yang sudah pasti lebih mahal. Jika kita ingin mendapatkan nilai tambah yang lebih besar lagi maka harus dibangun industri hilir yang siap mengolah produk smelter," ungkapnya.

Dengan adanya Industri hilir, maka pemerintah dapat mengurangi impor barang jadi berbasis mineral logam dan memperkokoh perekonomian Negara. Industri logam dasar adalah awal dari progam hilirisasi yang berbasis mineral logam, dan hingga kini belum diatur lebih lanjut sektor yang berwenang membuat regulasi.

"Jika dibagian hulu Kementerian ESDM sudah melaksanakan program peningkatan nilai tambah, selanjutnya saya mendorong Pemerintah untuk membuat road map pembangunan industri logam dasar untuk kedaulatan mineral logam di bawah Kementrian Perindustrian guna mewujudkan program hilirisasi," terangnya.

Sudewo juga mengingatkan bahwa keberhasilan Pembangunan Industri berbasis mineral logam butuh peran besar Pemerintah melalui BUMN. BUMN perlu bersatu dan hadir secara khusus untuk membangun industri logam dasar dan industri hilirnya.