a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Ketika Tambang Nikel Hadir, Batubara Ancam Laut dan Udara Kabaena

Ketika Tambang Nikel Hadir, Batubara Ancam Laut dan Udara Kabaena
Warga di Desa Mapila, Pulau Kabaena, Bombana, khawatir laut dan udara tercemar hingga mengancam kehidupan dan lingkungan mereka. Belakangan setelah ada tambang nikel, kapal tongkang membuang sisa batubara ke laut. Air laut mulai berubah warna kehitaman. Batubara pun ditumpuk begitu saja di tepian laut, kala pengangkutan, terutama musim kemarau, debu-debu beterbangan cemari udara sekitar.

Jumat di penghujung Januari lalu, laut Bombana, Sulawesi Tenggara, begitu tenang. Angin sejuk menampar wajah kala saya menikmati laut di Kelurahan Kasipute, Bombana. Hempasan ombak biru tak pernah berhenti memukul beton pelabuhan.

Kasipute jadi tempat pelabuhan penyeberangan laut antarkabupaten. Setiap hari, puluhan warga berdiri menunggu kapal. Begitu juga saya, menunggu Kapal Cantika menuju Pulau Kabaena, masih wilayah Bombana.

Jarak Pulau Kabaena dengan Kasipute sekitar 38 mil atau dua jam dengan kapal Cantika. Pulau ini seluas 873 kilo meter persegi dan dihuni sekitar 31.000 jiwa dengan beragam suku. Banyak potensi sumber alam juga di Pulau Kabaena, salah satu nikel.

“Disana itu ada PT SSU,” kata Badar, dari atas kapal Cantika menunjukkan crane menjulang tinggi di Desa Mapila, tempat perusahaan nikel itu berada.

Nikel, menyedot daya tarik investor tambang. Tercatat sejak 2008, ada terbit 20 izin usaha pertambangan (IUP) baik oleh pemerintah kabupaten maupaun Sulawesi Tengara. Salah satu izin dipegang SSU alias PT Surya Saga Utama.

SSU menguasai sebagian tanah Kabaena untuk mendirikan pabrik smelter atau pemurnian nikel. Perusahaan ini mengantongi IUP seluas 1.500 hektar lebih berlokasi di Desa Mapila, Kabaena Utara. Perusahaan ini akan membangun pabrik smelter dengan kapasitas besar.

Dalam membangun smelter dan mengoperasikan tungku pemurnian nikel, perusahaan Rusia ini diduga merusak lingkungan. Batubara sebagai bahan bakar, sering jatuh ke laut–dekat pemukiman warga. Masyarakat Desa Mapila khawatir, terlebih sebagian dari mereka nelayan.

Saya naik Kapal Cantika menuju Desa Mapila dengan titik awal di Kasipute, berlabuh di Kelurahan Sikeli, Kabaena Barat. Tempat ini seperti kota kecil di Pulau Kabaena. Suasana lebih baik dari beberapa wilayah Kabaena.

Dengan membayar sewa Rp150.000, sudah bisa sampai di Pulau Kabaena. Waktu itu ombak sedikit tak bersahabat. Banyak penumpang Kapal Cantika mual karena ayunan kapal begitu keras.