Komisi B Tinjau Proses Penimbangan Konsentrat Freeport di Portsite
TIMIKA | Komisi B DPRD Kabupaten Mimika melakukan kunjungan kerja ke Pabrik Pengeringan Konsentrat atau Dewatering Plant (DWP) di Portsite, Pelabuhan Amamapare milik PT Freeport Indonesia, Selasa (2/7).
Komisi B didampingi pejabat Departemen Ekspor Impor dan Government Relations PT. Freeport Indonesia, serta Disperindag Mimika, meninjau proses penimbangan dan pengapalan konsentrat sebelum dikirim ke luar negeri.
Peralatan timbang dan Surat Keterangan Asal (SKA) konsentrat kini ditangani Disperindag Mimika, setelah mendapat lisensi dan kewenangan dari Kementerian Perdagangan RI sejak 2018 lalu.
Material konsentrat harus melewati pintu menara timbangan menggunakan sistem ban berjalan (conveyor), sebelum dikapalkan untuk mengetahui volume konsentrat yang akan dikirim.
"Mekanisme perhitungan banyaknya konsentrat yang dikirim dilakukan pihak Bea Cukai. Setiap pengapalan, Freeport menyurat ke Bea Cukai bahwa akan dilakukan pengapalan sekian ton," kata Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Mimika Libert Yan Manggara.
Apabila terjadi gangguan pada timbangan konsentrat, maka manajemen Freeport akan menyurat ke Disperindag. Melalui Bidang Meteorologi akan melakukan pengujian dan setelah itu disegel kembali.
Petugas PT Sucofindo, perusahaan milik pemerintah di bidang pemeriksaan, pengawasan, pengujian, dan pengkajian, mengambil sampel konsentrat yang akan dikirim untuk mengetahui kadar mineral logam emas, tembaga, dan perak.
"Sucofindo melakukan pengujian kadar mineral. Standarnya, kadar di atas 15 persen kandungan emasnya itu diijinkan untuk diekspor," kata Libert Manggala.
Sebelum proses tersebut, Freeport terlebih dulu mengajukan permohonan pengapalan konsentrat ke Disperindag. Kemudian menandatangani SKA, yang juga sudah dilampirkan faktur pemberitahuan ekspor barang beserta volume konsentrat.
Surat Keterangan Asal (SKA) atau biasa disebut Certificate of Origin (COO) adalah merupakan sertifikasi asal barang, dimana dinyatakan dalam sertifikat tersebut bahwa komoditas yang diekspor adalah berasal dari daerah/negara pengekspor tersebut.
"SKA ini tidak wajib bagi setiap negara tujuan. Yang wajib SKA ini misalnya India. Tujuannya, untuk keringanan bea masuk di negara tujuan, semacam diskon, atau bahkan sama sekali tidak dikenakan bea masuk. Negara yang tidak membutuhkan SKA, berarti ada bea masuk akan dibayar Freeport," katanya.
Libert mengemukakan, melalui pemberitahuan ekspor barang pada periode Januari-Desember 2018 lalu, penerimaan negara bukan pajak dari bea keluar konsentrat Freeport mencapai Rp4,1 triliun.
"Yang kami tidak tahu teknisnya adalah pengiriman konsenteat ke smelter di Gresik. Mengingat ini pengiriman antar pulau dalam negeri, apakah ada penerimaan ke negara kami belum tahu, teknisnya oleh Bea Cukai," kata Libert.
Mewakili Komisi B, Muhammad Nurman S Karupukaro mengatakan, kunjungan tersebut bertujuan untuk mengetahui secara detil berapa besar volume konsentrat yang dikirim PT Freeport setiap tahunnya.
Menurutnya, hal ini penting untuk menghitung besaran bagi hasil royalti Freeport yang diterima oleh Kabupaten Mimika sebagai daerah penghasil.
"Melalui Disperindag yang mendapatkan kewenangan mengeluarkan SKA, kami dewan dapat kontrol jumlah konsentrat yang keluar. Ini juga menjadi sumber pendapatan daerah melalui Disperindag," kata Nurman.
Dalam waktu dekat, kata Nurman, Dewan akan mengundang pihak terkait seperti Dinas Pendapatan Daerah, Bea Cukai, Disperindag dan manajemen Freeport untuk memaparkan data secara detil, termasuk berapa besar pendapatan bagi Kabupaten Mimika.
Perjuangan Kabupaten Mimika sebagai daerah penghasil untuk ikut serta mengawasi pengapalan konsentrat Freeport sudah dilakukan sejak 2002, namun baru bisa terealisasi di 2018, yang kewenangannya selama ini di Provinsi Papua.
Kunjungan Dewan dipimpin langsung oleh Ketua Komisi B, Johanis Felix Helyanan, bersama anggota Muhammad Nurman S Karupukaro, Viktor Kabey, Den B Hagabal, Anthonius Kemong, Oktovianus Beanal dan Yoel Yolemal. (rum/SP)