Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VII DPR RI Aryo Djojohadikusumo mengatakan pihaknya membahas dua agenda penting pada rapat tertutup dengan PT Freeport Indonesia serta Dirjen Mineral dan Batubara Kementrian ESDM, di ruang rapat Komisi VII Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (27/11) lalu.
“Intinya kita membahas dua agenda, progres pembangunan smelter dan progres divestasi,” ujar Aryo kepada Aktual.com, Rabu (29/11). Komisi VII, ungkap Aryo, tidak puas dengan perkembangan terkini pembangunan smelter karena hampir tidak ada kemajuan sejak pertama kali dirinya melihat rencana ini pada 2,5 tahun yang lalu.
Sementara, kata Aryo, mengenai divestasi, belum ada paparan mengenai harga yang dipatok oleh Freeport McMoran untuk divestasi saham PTFI sebesar 41.64% yang belum dimiliki pemerintah Indonesia.
“Itu direncana selesai penghitungan harga pada Desember 2017. Maka akan kita jadwalkan lagi rapat dengan Dirjen Minerba dan PTFI untuk mendapat paparan ini,” kata Politisi Gerindra ini.
Secara pribadi, Arto mengaku belum mendapatkan paparan atau penjelasan proses divestasi yang bisa diterima oleh rakyat Indonesia pada saat ini. “Bagi kami, prioritas Partai Gerindra adalah deal yang terbaik bagi rakyat dan semoga itu akan muncul dalam rapat Komisi 7 dengan PTFI yang berikutnya,” pungkas Aryo.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan progres pembangunan smelter tengah berjalan. Perhitungan diveatasi pun selesai akhir tahun ini. “Sudah sudah progres. Semoga Desember sudah,” katanya singkat usai RDP dengan Komisi VII DPR, Senin (27/11).
Untuk diketahui, Komisi VII mendorong agar pengolahan konsentrat PT Freeport Indonesia bisa sepenuhnya dilaksanakan di Indonesia. Karena hal tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-Undang Minerba yang kini berlaku. “Kami dorong agar seluruh pengolahan konsentrat PT Freeport dilakukan di Indonesia. Saat ini baru 40 persen yang sudah bisa dipisahkan, 60 persen sisanya masih diolah di luar negeri,” kata Anggota Komisi VII DPR RI Tjatur Sapto Edy beberapa waktu lalu.
Diketahui, saat kunjungan belum ada pergerakan yang berarti terkait progres pembangunan smelter di Gresik. Hal ini menjauhkan harapan Indonesia untuk dapat melakukan pengolahan sendiri dalam waktu dekat. “Kami cek ke pemda dan instansi-instansi yang lain, ternyata memang belum ada pergerakan yang berarti,” katanya. Oleh karena itu Komisi VII mendorong supaya lebih ditingkatkan pembangunan smelter-nya. “Kalau smelter ada di Indonesia, maka kita dapat mengetahui seluruh hasil kandungan yang terdapat didalamnya. Pembangunan smelter juga akan menciptakan lowongan pekerjaan bagi masyarakat. Sumber daya lokal juga dapat ikut mensuplai,” katanya.