Komisi VII: Belum Ada Progres Pembangunan Smelter Freeport
Jakarta - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut pembangunan smelter PT Freeport Indonesia belum ada kemajuan. Padahal proses pembangunan smelter itu sudah bergulir sejak 2014 silam. Pembangunan smelter merupakan amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Anggota Komisi VII dari fraksi Golkar Eni Maulani mengatakan pihaknya sudah melakukan kunjungan kerja ke lokasi smelter di Gresik, Jawa Timur maupun rapat dengar pendapat dengan Freeport. Fakta yang terungkap belum ada kepastian lokasi smelter. "Freeport belum menentukan lokasi akan dimana di bangun apakah di Petrokimia atau JIIPE (Java Integrated Industrial and Port Estate) Gresik. Jadi belum ada progres," kata Eni di Jakarta, Selasa (10/10).
Eni menuturkan pihaknya menantikan penjelasan lengkap dari Kementerian ESDM soal pembangunan smelter. Penjelasan itu tentunya setelah tercapainya kesepakatan negosiasi penyusunan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Pasalnya Freeport beralasan smelter kembali digarap bila ada kepastian perpanjangan operasi pasca-2021. "Kita berharap ada kejelasan tentang smelter ini dengan terang benderang setelah kesepakatan antara pemerintah dan Freeport selesai," ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengakui ada dua lokasi smelter yang menjadi pertimbangan Freeport. Namun dia menerangkan lokasi smelter Freeport hampir ada kepastian. Hanya saja dia tidak memastikan dimana lokasi tersebut. "Lokasi itu sudah hampir ada kepastian, yaitu di Gresik. Gresik itu bisa di Petrokimia atau yang satunya di JIIPE. Itu kemungkinan karena integrated dari industri yang ada di situ," ujarnya.
Bambang menyebut sedang ada proses memperpanjang kerja sama penggunaan lokasi antara Petrokimia dengan Freeport. Selain itu Petrokimia sedang melakukan studi analisis dampak lingkungan (amdal) smelter. Sedangkan Freeport telah melakukan studi tekno-ekonomi yang bekerja sama dengan Mitsubishi serta early work and basic engineering untuk smelter tembaga. "Dalam membangun smelter tidak sekaligus mengkonstruksi, tapi melakukan studi-studi," ujarnya.
Lebih lanjut Bambang membenarkan pembangunan smelter mulai dikerjakan setelah ada kepastian perpanjangan operasi. Hal ini lantaran Freeport sudah ada komitmen perjanjian/kontrak pembangunan dengan total US$ 1,3 miliar dari nilai investasi US$ 2,3 miliar.
"Jadi kalau lihat dari komitmen-komitmen, saya kira mereka selesai dengan negosiasi, kareba memang harus menjadi paket perpanjangan. Saya kira mereka akan membuat (membangun smelter), kalau ini bisa selesai negosiasinya," ujarnya.
Negosiasi penyusunan lampiran IUPK sudah berlangsung sejak Februari 2017 silam dengan tenggat waktu 10 Oktober ini. Namun masa perundingan itu diperpanjang tiga bulan lantaran belum tercapai kesepakatan detail terkait divestasi 51 persen dan peningkatan penerimaan negara. Dua poin negosiasi yang telah disepakati yakni perpanjangan operasi bertahap 2x10 tahun hingga 2041 dan pembangunan smelter harus rampung paling lambat di 2022. Keempat poin negosiasi ini bersifat satu kesatuan. Artinya harus semuanya disepakati.